PEKANBARU (RP) - Pencemaran laut akibat aktivitas industri dan masyarakat di Selat Rupat dinilai sudah mengkhawatirkan.
Di tempat ini terdapat beberapa kawasan yang sangat sensitif terhadap pencemaran, seperti di Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Dumai.
“Pencemaran di kawasan ini mengkhawatirkan karena di sana kondisinya sangat sensitif. Ada mangrove di sana sehingga ikan-ikan banyak bersarang,” ujar Ketua Tim Peneliti Balitbang Riau, Dr Syahril Nedi dari Faperika Unri.
Hal itu dikatakannya kepada Riau Pos, Kamis (29/11) usai Seminar Akhir Kajian Model Pengendalian Pencemaran Minyak di Perairan Selat Rupat di Hotel Ratu Mayang Garden.
Kawasan Lubuk Gaung merupakan kawasan yang sangat sensitif terhadap pencemaran. Maka pencemaran sedikit saja akan menyebabkan biota laut terhambat perkembangannya. Ikan-ikan yang seharusnya dapat berkembang di daerah mangrove menjadi terhambat.
“Indikatornya dapat dilihat dari penghasilan nelayan yang berkurang,” ujar Syahril.
Di seluruh Selat Rupat ada kawasan sangat sensitif, sensitif, dan tak sensitif. Kawasan yang sensitif dan tak sensitif tak banyak terpengaruh akibat limbah.
Secara keseluruhan, ujar Syahril, pencemaran laut di tempat ini sudah mulai berkurang. Penelitian dari tahun 2005 hingga 2012, pencemarannya cenderung menurun dari sebelumnya 25 ppm menjadi 20 ppm.
Ukuran ini adalah kadar minyak dalam air yang boleh dibuang. Ini tak lepas dari diberlakukannya Permen LH nomor 4/2007 tentang Pembuangan Efluen. “Artinya perusahaan yang memiliki buangan air yang berminyak mulai menaati aturan ini,” ujarnya.
Hanya saja, karena Selat Rupat ini cukup luas, dan beberapa bagian di antaranya sangat sensitif, pihaknya berharap pencemaran yang terjadi dapat diminimalisir lagi.
Apalagi pencemaran laut tak hanya terjadi karena limbah pabrik, melainkan juga air buangan kapal, limbah rumah tangga dan lainnya.
“Melalui media, LSM dan kelompok masyarakat kita imbau dan rekomendasikan untuk menjaga kualitas air laut ini dari pencemaran,” ujarnya.(muh)