PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kemajuan teknologi digital saat ini banyak dimanfaatkan secara maksimal oleh terorisme untuk menyebaran paham radikalisme, seperti propaganda, pendidikan terorisme dan juga dalam hal perekrutan anggota baru.
Hal ini disampaikan oleh Asisten I Setdaprov Riau Jenri Salmon Ginting saat membuka acara Ngopi Coi: Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Riau, Kamis (1/10/2020).
Selain itu, melalui teknologi juga, para terorisme ini melakukan penyebarluasan informasi hoaks.
"Teroris menggunakan teknologi untuk melancarkan aksi mereka. Mulai dari propaganda, kemudian juga perekrutan anggota baru, selanjutnya melakukan ujaran kebencian dan penyebaran informasi negatif lainnya yang terus menerus melalui berbagai platform media," ujar Jenri Salmon Ginting.
Ia mengatakan, kegiatan terorisme terencana dan terstruktur dan terus bergerak membuat jaringaan sel-sel baru dengan melakukan perekrutan anak muda sebagai anggota.
"Teroris ini mendoktrin para anggotanya untuk siap mati demi membela agama dengan dalil-dalil yang disalahartikan. Bahkan Teroris ini membenarkan kekerasan sampai tak ragu mengorbankan sanak keluarga untuk mencapau tujuan perjuangannya," ujarnya.
Disampaikan Jenri lagi, aksi-aksi aksi teroris ini tak hanya menyerang target secara fisik, tapi juga secara psikologis dan mindset. Untuk itu perlu keterlibatan seluruh unsur masyarakat untuk mencegah terorisme.
Sementara itu Andri Taufik selaku Kasi Materi Pembinaan BNPT menyampaikan salah satu ancaman nyata yang terjadi dan sangat menonjol saat ini adalah terorisme yang telah mengoyak keutuhan bangsa dan negara dan merusak nilai-nilai toleransi yang menjadi ciri khas bangsa.
Pembinaan kesadaran bela negara adalah salah satu cara membendung paham-paham radikal ini karena yang berbahaya dari terorisme bukan serangan fisik tetapi serangan psikologis berupa pengaruh ideologi.
Menurutnya, paham radikalisme disebarkan melalui media sosial yang demikian cepat tersampaikan kepada orang orang yang bermedsos.
"Kita sepakat bahwa radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama. Untuk itu secara bersama pula kita hadapi," terangnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tambahnya, membawa pengaruh besar terhadap dinamika perubahan serangan terorisme. Salah satunya adalah sebagai panggung propaganda. Sebagai negara yang sedang berkembang, jumlah pengguna internet di Indonesia ternyata sudah mencapai 132,7 juta pengguna internet. Hal ini tentu memberikan peluang bagi kelompok teroris untuk melakukan propaganda sebagai sarana rekrutmen.
"Untuk menghadapi hal tersebut maka diperlukan peran pemerintah dan juga masyarakat. Media literasi menjadi solusi untuk meningkatkan pertahanan diri masyarakat terhadap terpaan propaganda radikalisme dan terorisme melalui media internet," ujarnya.
Laporan: Helfizon Assyafei (Pekanbaru)
Editor: Eka G Putra