Korban Meninggal Akibat DBD Bertambah

Riau | Jumat, 01 Maret 2019 - 09:26 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Korban meninggal dunia akibat penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Provinsi Riau bertambah. Di mana pada Januari lalu, dua korban meninggal akibat DBD. Dan pada Februari, korban meninggal dunia bertambah lagi dua orang.

 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Yulianti Nazir mengatakan, jika dibandingkan dengan 2018, angka kasus DBD pada Januari dan Februari mengalami peningkatan. Jika pada 2018 di bulan Januari dan Februari terjadi 159 kasus, pada tahun ini diperiode yang sama sudah terjadi 408 kasus.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

 “Memang terjadi kenaikan jumlah kasus yang cukup signifikan dibandingkan tahun kalau di bulan yang sama. Dari total kasus DBD tersebut, empat korban diantaranya meninggal dunia,” katanya.

  Empat korban yang meninggal dunia tersebut dari Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan Kota Dumai. Dari 12 kabupaten/kota di Riau, 10 daerah di antaranya mengalami kenaikan kasus DBD atau hanya dua daerah saja yang mengalami penurunan kasus dalam periode yang sama.

  Untuk daerah yang mengalami peningkatan kasus DBD tersebut di antaranya Kota Pekanbaru yang sebelumnya 42 kasus menjadi 62.

Korban Meninggal Akibat DBD Bertambah Kabupaten Kampar 16 kasus menjadi 17 kasus. Rokan Hulu sebelumnya 13 menjadi 17 kasus. Pelalawan sebelumnya 7 menjadi 13 kasus. Indragiri Hulu sebelumnya tidak ada menjadi 75 kasus.

  “Kabupaten Indragiri Hilir sebelumnya sebelumnya 9 menjadi 13 kasus. Bengkalis sebelumnya 3 menjadi 69 kasus. Kota Dumai sebelumnya 22 menjadi 41 kasus. Kabupaten Siak sebelumnya 12 menjadi 44. Rokan Hilir sebelumnya 3 menjadi 10 kasus,”  jelasnya.

  Untuk dua kabupaten yang mengalami penurunan kasus yakni Kuantan Singingi yang sebelumnya 25 menjadi 18 kasus. Kemudian Kepulauan Meranti yang sebelumnya 7 turun menjadi 5 kasus.

  Terkait meningkatnya jumlah penderita DBD tersebut, Dinas Kesehatan Riau mengaku sudah sudah turun ke lapangan dan mengajak masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

  “Kemudian kalau ada kasus DBD disuatu wilayah baru dilakukan pengasapan, namun jika belum ada kasus tidak efektif, karena pengasapan hanya membunuh nyamuk dewasa,” ujarnya.

  Untuk mencegah penyebaran penyakit DBD, bisa dilakukan dengan cara kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) mulai dari lingkungan rumah masing-masing. Kegiatan PSN harus difokuskan pada tempat-tempat yang disukai nyamuk tersebut.

 “Kegiatan PSN harus difokuskan pada genangan air yang tidak bersentuhan dengan tanah secara langsung. Seperti misalnya bak kamar mandi, tempat  penampungan air, air pembuangan kulkas tempat minum burung, pot bunga, dispenser air minum (wadah limpahan airnya), atau barang bekas di sekitar rumah,” katanya.

  Lebih lanjut dikatakannya, pada tempat-tempat tersebut, hendaknya dapat dipastikan tidak terdapat jentik nyamuk. Karena satu jentik nyamuk betina, dalam 12-14 hari akan berubah jadi nyamuk dewasa. Dan satu nyamuk betina dewasa sekali bertelur bisa mencapai 100-150 butir telur.

  “Dalam masa hidup nyamuk betina dewasa berkisar satu bulan, bisa bertelur hingga lebih kurang empat kali. Jadi bisa dibayangkan satu nyamuk betina bisa bertelur hingga 600 telur sebulan. Jadi jika melihat ada jentik berarti kita terancam demam biasa,” ujarnya.

  Dijelaskan Mimi, bahwa jam kerja nyamuk Aedes Agypti pada pagi hari mulai pukul 09.00-10.00 WIB. Dan sore hari pada pukul 15.00-16.00 WIB. Untuk itu, ia mengimbau pakai selalu lotion anti nyamuk terutama bagi anak-anak pada saat pagi atau sebelum berangkat sekolah dan sore saat bermain.

  “Sekali lagi kami ingatkan, jangan salah sasaran dalam melakukan PSN. PSN bukan dilakukan dengan cara memotong pohon,  bersih-bersih rumput, menata bunga dan lain-lain. Karena jentik tidak bersarang di rerumputan,” sebutnya. (sol)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook