PEKANBARU (RIAUPOS.CO)- Pulang dari kegiatan reses di Desa Makmur Kecamatan Pangkalan Lesung, Pangkalan Kerinci dan Dusun Kampung Baru Kecamatan Dayun, Siak, anggota DPRD Riau Markurius Anwar membawa sejumlah keluhan masyarakat.
Salah satunya meminta pemerintah menyiapkan Tekhnologi Tepat Guna untuk replanting perkebunan kelapa sawit.
"Saat reses, keluhan masyarakat terbanyak adalah masalah replanting kelapa sawit," kata Markarius Anwar kepada Riaupos.co, Jumat (1/1/2015).
Selama ini kata markurius, replanting kelapa sawit identik dengan pencabutan, penumbangan pohon sawit. "Ini kaitannya dengan ekonomi mereka selama empat atau lima tahun ke depan. Karena jika sawit itu ditanam lagi baru menghasilkan 4-5 tahun ke depan," jelas anggota Komisi E DPRD Riau ini.
Tidak hanya itu, menurutnya persoalan modal para petani juga menjadi bagian yang tidak kalah penting untuk kembali mengelola kebun kelapa sawit.
"Selama ini mereka mencicil ke bank selama 20 tahun. Paling yang mereka nikmati hanya 5 tahun saja. Nah, berkaitan dengan itu mereka juga mengeluhkan permodalan. Kalau mereka minjam ke bank lagi artinya mereka harus kembali mencicil 20 tahun lagi," katanya.
Untuk itu, menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, perlu ada dukungan dan tindakan untuk memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan tersebut. Mengingat bukan didaerah tersebut saja yang mengalami replanting. Tapi daerah lain yang ada di Provinsi Riau juga akan segera memasuki masa tersebut.
Kata Markarius, Pemerintah sangat diharapkan untuk meringankan persoalan tersebut. Salah satunya memaksimalkan teknologi tepat guna.
"Misalnya ada yang diupayakan dalam lahan yang seperempat hektar. Saya ada contoh itu untuk jeruk nipis. Ini saya sudah lihat sendiri ada petani binaan. Terbukti, hasilnya bisa lebih bagus dari pada sawit. Kemudian juga bisa dilakukan hal lain seperti kolam ikan dan ternak itik. Inikan tekhnologi yang harus didukung pemerintah provinsi untuk memenuhi dan meringankan masalah ekonomi mereka. Kalau harus menunggu sawit berbuah kan lama, harus 4 sampai 5 tahun," tutupnya.
Laporan: Doni Afrianto
Editor: Yudi Waldi