Tidak ikut sertanya gubernur petahana atau incumbent sebagai calon dinilai sebagai dinamisasi Pemilukada Riau 2013-2018. Sehingga dengan melihat peta politik sementara, kekuatan masing-masing bakal calon masih rata-rata.
‘’Pilgubri kali ini sangat dinamis. Tidak ada kekuatan yang lebih dominan seperti Pemilukada sebelumnya. Incumbent yang ikut mencalonkan diri kali ini hanya wakil gubernur yang tidak berpengaruh banyak. Beda dengan sebelumnya. Incumbent (gubernur) ikut mencalonkan diri. Terasa ada yang terlalu kuat untuk dilawan. Saat injury time, MM mengundurkan diri dari Demokrat dan berpasangan dengan JE, ini juga mengejutkan,’’ ujar pengamat politik Riau, Andi Yusran.
JE dan MM, ungkap Andi, merupakan kekuatan baru yang perlu diperhitungkan oleh calon lain. Saat belum berpasangan kekuatan itu belum terlihat.
Kekuatan keduanya memang tidak bisa digabungkan langsung karena harus dikurangi 20 persen yang diperuntukkan untuk massa yang suka JE, tapi belum tentu suka MM dan sebaliknya.
Lembaga survei Redpost yang dikelola Andi bersama-sama rekan-rekan kampus lainnya menunjukkan, MM berada di nomor kedua setelah Drs Herman Abdullah MM.
Herman memang berada di posisi tinggi, tapi Ahmad juga popular, begitu juga dengan Indra Muchlis. Sementara Annas memiliki kekuatan Golkar.
Menurut Andi, Golkar yang merupakan gabungan pengusaha dengan birokrat politik ini juga harus dipertimbangkan karena Golkar merupakan partai pemenang Pemilu sebelumnya di Riau.
Jika dikaji, Herman, Indra dan Annas pernah sama-sama jadi kader di Golkar. Indra sebelumnya merupakan Ketua DPD I Partai Golkar Riau. Herman merupakan orang lama Golkar, bahkan sebagai ketua Kosgoro hingga saat ini. Artinya, suara Golkar bisa saja pecah. Begitu juga dengan Ahmad-Masrul dan JE-MM. Ahmad dan MM sama-sama berasal dari ‘’rumah’’ yang sama sebelumnya.
‘’Suara masing-masing pasangan calon sama-sama pecah. Tapi Pilgubri berbeda dengan Pemilu legislatif. Pemilu legislatif, partai pendukung sangat menentukan. Tapi Pemilu kepala daerah, sangat ditentukan oleh masyarakat. Artinya, sosok atau figur calon itu sendiri yang menentukan. Siapa yang pandai memikat hati rakyat, dia berpeluang besar untuk menang,’’ beber Andi.
Disebutkan Andi, hasil survei biasa saja berubah hingga hari H. Survei yang dilakukan pun baru calon gubernur, belum pasangan calon. Untuk survei pasangan calon sudah bisa dilaksanakan dua pekan setelah pendaftaran.
Terkait kemungkinan lumbung suara terbanyak bagi para calon, Andi mengatakan, tidak biasa diklaim begitu saja oleh satu pasangan calon. ‘’Soal lumbung suara, di Riau tidak ada yang khas. Masing-masing daerah pasti multi culture, tidak ada yang mono culture. Jadi tidak biasa satu pasangan calon mengklaim satu daerah suaranya akan ke dia semua,’’ jelasnya.
Andi juga mengaku terkejut dengan pasangan Mukhtaruddin dan Syamsurizal yang mendaftar ke KPU paling terakhir.
Menurutnya, jika betul keduanya berpasangan, itu di luar dugaan. Apalagi jika dihitung-hitung jumlahnya tidak mencukupi untuk mengusung 7 calon, di luar calon independen.
‘’Mukhtaruddin-Syamsurizal di luar dugaan. LE-Suryadi memang sudah kita prediksi. Sesuai hitung-hitungan suara, ada partai pengusung yang kurang. Ini akan berproses dan yang pasti satu partai pendukung satu calon. Menurut saya paling banyak enam calon di luar calon independen. Pasti bakal ada satu calon yang tereliminasi,’’ papar Andi Yusran.
Menurut Andi, melihat banyaknya calon yang sudah mendaftar ke KPU saat ini, kemungkinan Pilgubri di Riau akan terjadi dua putaran, dengan catatan semua calon lulus verivikasi atau lebih di atas 4 pasang calon.
Jika hanya 4 pasang calon ke bawah yang lulus verivikasi, maka hanya akan terjadi satu putaran. ‘’Kemungkinan dua kali putaran sangat besar. Lebih dominan akan ada dua kali putaran,’’ imbuh Andi.
Pengamat politik Riau lainnya, Saiman Pakpahan mengatakan, situasi politik Riau dan pelaksanaan Pilgubri saat ini sangat menarik perhatian, khususnya kasus pengunduran diri MM dari Partai Demokrat setelah tidak diusung oleh partainya sendiri.
‘’Kekuatan masing-masing calon memungkinkan mereka bisa lolos dan menang. Mereka punya kesempatan yang sama meski ada calon yang lebih menonjol dibandingkan calon lain, tapi tidak begitu kentara,’’ kata Saiman.
Saiman juga meyakini akan banyak cara yang dilakukan oleh masing-masing calon bersama pendukungnya untuk bisa menang. Mulai dari mengolah politik marketing hingga politik uang.
‘’Saya yakin akan ada cara praktis yang dilakukan untuk menarik dan memikat hati pemilih, termasuk menggelontorkan dana sebanyak-banyaknya. Politik uang akan berpotensi muncul dan tumbuh sangat subur, khususnya pada calon yang berpikir pragmatis dengan pemilih yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Biasanya banyak di daerah-daerah,’’ ulasnya.(kun)