JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Penambahan jabatan Presiden Indonesia makin ramai diperbincangkan. Ada yang mengusulkan penambahan tiga peride oleh Nasdem. Namun ada juga yang mengusulkan tujuh tahun satu periode dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menolak penambahan jabatan Presiden Indonesia. Hal itu karena satu diubah amandemen UUD 1945, maka yang lain akan ikut berubah.
“Menurut saya usulan itu sangat berbahaya, dan bisa membuka kotak pandora orang bisa bicara nanti bentuk negara apakah kesatuan atau federasi,” ujar Fadli kepada wartawan, Rabu (27/11).
Fadli mengatakan adanya amandemen UUD 1945 untuk menghidupkan lagi Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Sehingga tak perlu menambah jabatan kepala negara presiden dan wakil presiden.
“Jadi sudahlah jangan bermain-main dengan itu, itu mungkin memori di tahun 63 dulu ingin jadi presiden seumur hidup, kan dulu pernah ada TAP MPR tentang presiden seumur hidup,” katanya.
Menurut Fadli adanya masa jabatan kepala negara hanya dua periode sudah final. Sehingga tak bisa diganggu-gugat. Apalagi itu adalah produk roformasi yang dahulu pernah diperjuangkan.
“Saya kira sudah final, negara demokrasi cukup dua periode selesai, jangan ada mimpi mau tiga periode,” tegasnya.
Sekadar informasi, Fraksi Partai Nasdem yang mengusulkan penambahan jabatan Presiden Indonesia menjadi tiga periode. Padahal saat ini hanya dibatasi dua periode.
Sementara, Ketua DPP PSI Tsamara Amany mengusulkan tujuh tahun masa Presiden Indonesia. Berikut juga jabatan itu hanyalah satu periode. Sehingga tidak ada lagi jabatan dua periode.
Menurut Tsamara, jika Presiden Indonesia jabatannya tujuh tahun, maka akan fokus bekerja maksimal mungkin. Termasuk juga fokus bekerja untuk rakyat Indonesia dan tak memikirkan pemilu berikutnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman