JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pengeluaran dana kampanye menjadi salah satu isu baru yang krusial dalam Pemilu 2019. Pembatasan dana tak lagi diberlakukan seperti saat pelaksanaan pilkada serentak. Penyelenggara pemilu hanya memberikan batasan-batasan pada penerimaan dana. Aturan itu mulai disosialisasikan kepada para peserta pemilu. Perwakilan parpol juga diberi kesempatan untuk mengikuti bimbingan teknis (bimtek) pembuatan laporan keuangan.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, pengeluaran dana kampanye pada pilkada memang dibatasi karena bersifat lokal. Ukuran perhitungannya lebih jelas. Dengan begitu, penghitungan lebih mudah. ”Karena pemilu sifatnya nasional, maka tidak mungkin kami memproses pembatasan pengeluaran,” terangnya di sela bimtek yang berlangsung di Jakarta Pusat, belum lama ini.
Arief menuturkan, penerimaan dana kampanye perlu mendapat perhatian serius dari peserta pileg maupun pilpres. Potensi dana yang tidak terdeteksi bisa sangat besar. Sebab, adakalanya para simpatisan menggelar kegiatan sendiri tanpa berkoordinasi dengan tim kampanye. ”Sepanjang kegiatan itu masuk dalam kategori kampanye, harus dilaporkan,” lanjut mantan komisioner KPU Jatim tersebut.
Di situlah tim kampanye perlu lebih jeli dalam mencatat setiap kegiatan di wilayah masing-masing. Bila ada nuansa kampanye dalam sebuah kegiatan, penyelenggara maupun tim kampanye wajib proaktif mencatatkannya sebagai kampanye. Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asyari menuturkan, tiap-tiap peserta pemilu harus memiliki rekening khusus dana kampanye. Baik parpol, calon anggota DPD, maupun capres-cawapres.
Semua sumbangan kampanye yang berupa uang wajib disetorkan ke rekening tersebut untuk memudahkan kandidat dalam membuat laporan. Sekaligus menjaga transparansi publik. Khusus untuk pileg, rekening dana kampanye dibuat satu pintu melalui parpol di tiap tingkatan. Tidak ada rekening kampanye untuk orang per orang. Namun, regulasi tidak mengatur lebih lanjut atau membebaskan distribusi dana tersebut kepada tiap-tiap caleg.
Di luar itu, Hasyim juga mengingatkan parpol untuk tidak menerima sumbangan dari pihak-pihak tertentu (lihat grafis). Bila masih juga diterima, dana tersebut tidak boleh digunakan dan harus dilaporkan kepada KPU. Selanjutnya, dana itu wajib diserahkan ke kas negara paling lambat dua pekan setelah masa kampanye berakhir.
Sementara itu, pengamat politik Emrus Sihombing berharap para calon presiden serta wakil presiden jujur dan transparan dalam melaporkan dana kampanye masing-masing. Berkaca pada pemilihan kepala daerah, menurut dia, dana kampanye yang digunakan tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada nilai yang dilaporkan. ”Misalnya, dana yang dikeluarkan lebih dari Rp 10 miliar, tapi yang dilaporkan tidak sampai segitu,” ujar dia.
Menurut dia, hal itu bukan rahasia lagi. Emrus menjelaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus ikut mengawasi dana kampanye. Komisi yang diketuai Agus Rahardjo tersebut bisa membuka layanan pengaduan yang terkait dengan dana kampanye. Masyarakat bisa melapor jika dana kampanye bermasalah dan tidak sesuai dengan prosedur.
Masyarakat, menurut Emrus, harus ikut aktif mengawasi dana tersebut. Mereka bisa melapor ke KPU, Bawaslu, atau langsung ke KPK bila ada temuan. Misalnya, ada dugaan dana kampanye sengaja tidak dilaporkan atau didapati bukti bahwa kampanye didanai pihak yang dilarang memberikan sumbangan. ”Peran masyarakat sangat penting,” ucap dia. (byu/lum/c11/fat/das)