Tiga Lembaga Diprediksi Pemicu Konflik Pemilu

Politik | Selasa, 26 November 2013 - 08:57 WIB

Tiga Lembaga Diprediksi Pemicu Konflik Pemilu

Riau Pos Online - Pakar komunikasi politik Universitas Mercu Buana Jakarta, Heri Budianto  menilai ada tiga lembaga yang diprediksi menjadi bibit dan sumber potensi konflik pada pemilu 2014. Ketiga lembaga yang perlu secepatnya diantisipasi agar tidak terjadi konflik  yaitu KPU,  Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Dosen FISIP UMB ini, sejak awal potensi konflik itu sudah dirasakan, terutama masalah DPT  yang mencapai 10,4 juta. “Oleh karena itu KPU harus berhati-hati. Sebab masalah ini bisa menjadi bumerang. Parpol tidak rela melihat kecemasan DPT, apalagi  ini bisa menguntungkan orang lain,'' ujar Heri dalam diskusi pilar negara bertajuk "Tahun Politik dan Potensi Konflik Jelang Pemilu 2014" bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid anggota Komisi V DPR RI FPAN Teguh Juwarnodi Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (25/11).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Persoalan kinerja KPU, kata Heri, terutama pada persoalan teknis, selain masalah DPT, juga muncul soal logistik yang memang sejak dulu tidak pernah tuntas. “Juga masalah yang tak kalah penting, adalah rekapitulasi penghitungan suara,’ ujarnya.

Selain KPU, lanjut Heri lagi, Parpol juga menjadi sumber konflik. Hal ini, karena pemilu masih menggunakan sistem proporsional terbuka. “Di mana kompetisi antar caleg sangat keras dan saling menjatuhkan,” tegasnya.

Begitu juga kata dia dengan tingkat kedewasaan parpol, ujar Heri, justru yang ada saat ini parpol hanya siap menang dan tidak siap untuk kalah. "Komitmennya dalam proses demokrasi itu sangat penting, jangan sampai hanya karena kalah kemudian melakukan tindakan anarkis,” tuturnya.

Kemudian MK kata dia adalah merupakan muara dari perselisihan pemilu dan Pilkada. ''Kita tahu bahwa MK saat ini masih berkutat pada persoalan ditangkapnya mantan Ketua MK (Akil Mochtar, red),'' ujarnya.

Hal senada juga dikemukakan Ahmad Farhan Hamid yang meyakini pemicu atau lokus potensi konflik pemilu 2014 mendatang, bukan lagi berada pada ideologi rakyat maupun tokoh yang sudah teruji pasca reformasi 1998, melainkan berada pada penyelenggara Pemilu. Indikasi tersebut bisa dilihat dari carut marutnya 10,4 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tak terselesaikan, nasib kertas sisa suara yang tidak dicoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan sebagainya.

"Potensi konflik di pemilu 2014 mendatang itu ada pada penyelenggara pemilu khususnya KPU pusat sampai daerah. Sisa suara di TPS yang tidak dicoblos oleh pemilih dengan berbagai alasan, bagi masyarakat daerah itu bisa menjadi sumber konflik karena sangat menentukan apakah mereka bisa duduk di DPRD atau tidak? Sementara mereka ingin sekali wakil etniknya mewakili di DPRD,” katanya.

Teguh Juwarno juga menyebutkan juga akan terjadinya konflik antar caleg di internal partai itu tidak akan terjadi atau bisa dicegah, karena sistem proporsional terbuka suara terbanyak. Bahwa semua caleg dan partai sepakat, hanya suara terbanyak yang bisa mengantarkan seseorang menjadi anggota DPR RI. Itu sudah menjadi kesadaran bersama di internal, sehingga tak perlu khawatir caleg di internal parpol akan konflik.

''Sejak awal sudah dibangun kesadaran bersama bahwa hanya caleg dengan suara terbanyak, yang akan menjadi wakil rakyat. Sebab, ironis juga kalau saling mendiskreditkan caleg di internal partai, sementara sesama caleg itu justru akan menambah kebesaran suara partai. dan masing-masing caleg punya basis suara,'' pungkasnya.(yud)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook