JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Ketaatan lembaga terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) belum paripurna. Meski sebagian besar telah ditaati, masih ada beberapa putusan MK yang belum dilaksanakan.
Panitera MK Muhidin mengatakan, tingkat kepatuhan terhadap putusan MK masih jadi problem yang berulang. Berdasar hasil monitoring Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK, dari total 21 putusan terakhir, hanya 17 yang ditindaklanjuti keseluruhan.
"Ditindaklanjuti sebagian tiga putusan, tidak ditindaklanjuti satu putusan,"ujar Muhidin kemarin (25/4). Namun, dia tidak memerinci lembaga mana yang dimaksud. Muhidin menjelaskan, putusan MK sejatinya telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan. Sifatnya pun mengikat secara umum atau erga omnes.
Sekjen MK Muhammad Guntur Hamzah menambahkan, tidak ditaatinya putusan MK disebabkan kondisi tertentu. Salah satunya belum terbangunnya tingkat ketaatan pada hukum. Di sisi lain, MK juga tidak memiliki aparat atau institusi yang bisa menegakkan setiap putusan MK. "Ketaatan pada putusan MK semata-mata karena masyarakat atau warga negara memahami tentang pentingnya putusan MK,"ucap Guntur.
Guntur menyatakan, pihaknya masih menjaring masukan para ahli untuk mengkaji soal sejauh mana putusan MK benar-benar dapat dilaksanakan. Termasuk dengan menggelar forum group discussion (FGD) dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember pada 24?26 April 2021.
Dengan masukan itu, ke depan MK diharapkan dapat mendesain bentuk strategi. Yakni, bagaimana setiap lembaga dapat melaksanakan putusan MK. (jpg)
"Karena ketaatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari ketaatan hukum pada umumnya," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana mengatakan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan putusan MK selama ini berjalan cukup baik. Namun, dia mengusulkan agar MK menyiapkan instrumen yang dapat mengefektifkan hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan putusan.
Salah satunya adalah dengan memberikan opini terhadap lembaga yang melaksanakan putusan MK. "Opini seperti halnya yang dikeluarkan oleh Kemen PAN-RB dengan WBK (wilayah bebas dari korupsi). Atau opini wajar tanpa pengecualian (WTP) seperti yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan,"tuturnya. (far/c17/bay)