JAKARTA (RIUAPOS.CO) -- Tingkat kepatuhan peserta pada Pemilu 2019, rupanya, belum membaik. Yang terjadi, pelanggaran sepanjang pelaksanaan Pemilu 2019 meningkat pesat jika dibandingkan dengan pada Pemilu 2014. Meski demikian, Bawaslu mengklaim ada peningkatan pengawasan yang signifikan atas pelanggaran yang terjadi.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, jumlah pelanggaran yang tercatat di Bawaslu pada pemilu kali ini mencapai 15.052. Berdasar data yang didapat JPG, jumlah pelanggaran tersebut naik lebih dari 50 persen dari total pelanggaran Pileg-Pilpres 2014. Kala itu, total pelanggaran yang tercatat di Bawaslu ”hanya” 9.597.
Tahun ini temuan pelanggaran paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Timur. Tercatat 3.002 temuan pelanggaran atau sekitar 20 persen dari keseluruhan pelanggaran pemilu se-Indonesia. Pelanggaran juga terjadi di sejumlah provinsi lain. Di antaranya, Sulsel, Sulteng, Jabar, dan Jateng.
Menurut Ratna, sebenarnya tidak terlalu banyak perbedaan aturan terkait jenis pelanggaran pemilu antara 2014 dan 2019. Pelanggaran administrasi pemilu masih menjadi jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan. Mayoritas adalah pelanggaran pada masa kampanye. ”Soal pemasangan alat peraga kampanye (APK),” terangnya saat dimintai konfirmasi kemarin.
Sementara itu, jumlah pelanggaran pidana relatif kecil bila dibandingkan dengan keseluruhan pelanggaran yang terjadi. ”Untuk pidana pemilu, dari 15.052 itu, 533 adalah pelanggaran pidana pemilu,” lanjut perempuan kelahiran Palu, Sulteng, itu. Hal tersebut menunjukkan betapa tingginya pelanggaran administrasi yang terjadi.
Dia tidak memungkiri keserentakan pemilu turut andil dalam banyaknya pelanggaran. Baik oleh timses paslon presiden dan wakil presiden maupun parpol. Pelangggaran tidak hanya terjadi saat kampanye dan tahapan lain sebelum pemungutan suara. Saat pemungutan suara maupun setelah itu, saat rekapitulasi, masih ada sejumlah pelanggaran yang terjadi.
Hingga saat ini, pihaknya belum meneliti lebih jauh apa yang menyebabkan tingkat pelanggaran begitu tinggi. Meski demikian, menurut Ratna, setidaknya ada dua hal yang membuat catatan pelanggaran begitu tinggi. Pertama adalah pengawasan yang semakin ketat sehingga lebih banyak pelanggaran yang terpantau dan dilaporkan. Yang kedua adalah masih adanya peserta pemilu yang bebal.(jpg)