Jakarta (RP) - Ajang sosialisasi para peserta konvensi Partai Demokrat ternyata memberi dampak baik langsung maupun tidak terhadap ekspose Jokowi. Terlihat ada penurunan ekspose Jokowi, sementara para peserta mulai merangkak naik.
Begitu temuan terbaru Indonesia Indicator terkait potret kekuatan ekspose media 11 peserta konvensi Partai Demokrat. Temuan diperoleh hasil monitoring yang dilakukan secara real time, dengan cakupan 336 media online nasional dan daerah dalam waktu 21 bulan dengan total lebih dari 2,8 juta pemberitaan, dengan metode pengumpulan dilakukan oleh perangkat lunak crawler (robot) secara otomatis dengan analisis berbasis AI, semantik, dan text mining.
''Dahlan Iskan, merupakan peserta konvensi yang paling populer dalam beberapa survei. Ekspose Dahlan Iskan sebanyak 2,189 pemberitaan.Sementara ekspos 10 peserta konvensi lainnya masih jauh di bawah itu, namun secara berangsur-angsur mulai membaik,''Direktur Komunikasi I2, Rustika Herlambang, dalam keterangan pers, Minggu (22/9).
Ekspose Jokowi malah unggul jauh dibanding peserta konvensi lainnya selain Dahlan Iskan. Ekspose Gita Wirjawan disebutkan Rustika, hanya seperlima dari seluruh pemberitaan Jokowi, sementara popularitas Irman Gusman, Endriartono Sutarto, Anies Baswedan, Hayono Isman, Sinyo Harry S, dan Ali Masykur Musa sekitar 10 persen dari popularitas Jokowi dalam satu bulan terakhir.
Dengan adanya pergerakan ekspose peserta konvensi itu, papar Rustika, tentunya memberikan harapan untuk mengalahkan ekpose Jokowi. Untuk bisa mengalahkan Jokowi, para peserta konvensi perlu mengubah diri untuk tidak hanya terpaku pada ekspose keikutsertaan mereka pada seremoni konvesi saja, tapi melakukan ekspose lebih dari tiga kali lipat.
''Kemenangan Obama tahun 2008 atas Mc Cain yang mewakili partai penguasa dicapai, contohnya, didapat dengan menaikkan ekpose lebih dari tiga kali lipat baik di media mainstream maupun media sosial,'' ungkapnya.
Kandidat, masih kata Rustika, perlu bekerja keras untuk meningkatkan aktifitas menarik dan punya news sehingga bisa menjadi media darling baru. Tidak bisa mengandalkan liputan konvensi, harus berani besikap terhadap isu aktual yang tengah menjadi perhatian publik dan media. Bila perlu menampilkan sesuatu yang masih genuine. Tidak bisa mengandalkan isu umum karena pribadi Jokowi yang unik masih menjadi magnet utama media saat ini.
"Sudah tidak bisa lagi kandidat memainkan lagu yang sama apalagi mengikuti jejak yang pernah ditorehkan Jokowi sebelumnya," demikian Rustika. (dem/rmol/jpnn)