JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengganti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK) dengan tanda bintang. Hal ini sebagai respons Kemendagri terkait dugaan diretasnya data kependudukan di web KPU.
“Sejak penyerahan DP4, Dukcapil Kemendagri meminta KPU berkomitmen mengelola data dengan menjaga kerahasiaan data pribadi. Itulah mengapa Dukcapil Kemendagri setelah pemilu 2014 meminta kepada KPU agar NIK dan Nomor KK diganti dengan tanda bintang,” kata Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya, Sabtu (23/5).
Zudan mengharapkan, NIK dan Nomor KK tidak perlu diperlihatkan secara rinci. Hal ini agar tidak disalahgunakan untuk pendaftaran kartu prabayar dan untuk membuat e-KTP palsu. “Perlu juga saya sampaikan, bahwa tidak ada kebocoran data dari Dukcapil. Kami sudah memeriksa data centre, log dan trafficnya. Alhamdulillah semua tidak ada masalah,” tegas Zudan.
Sebelumnya, Komisioner KPU Viryan Aziz menyatakan, tengah melakukan penelusuran dan pengecekan server data internal terkait adanya informasi penjualan 2,3 juta data pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014. “KPU RI sudah bekerja sejak tadi malam menelusuri berita tersebut lebih lanjut, melakukan cek kondisi intenal (server data) dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait,” kata Viryan dikonfirmasi, Jumat (22/5).
Viryan menuturkan, data yang beredar diduga merupakan softfile DPT Pemilu 2014. Dia menyebut, softfile data KPU tersebut memang dikeluarkan kepada publik dan bisa diakses secara terbuka sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. “Format pdf dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka,” ucap Viryan.
Regulasi yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum. Pasal 38 Ayat (5) menyebutkan, KPU kabupaten/kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) kepada partai politik peserta pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan softcopy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Informasi penjualan data di situs hacker itu diungkap oleh akun Twitter @underthebreach. Akun tersebut merupakan akun yang sama yang juga mengungkap soal penjualan data 91 juta pengguna Tokopedia. Peretas mengaku bahwa data tersebut didapat langsung oleh mereka dari pihak KPU. Namun hal ini dibantah oleh KPU. Viryan menegaskan, jika merujuk pada data sebenarnya, DPT 2014 tak sampai angka 200 juta. Menurutnya, itu hanya klaim. “Itu kan klaim yang bersangkutan. Jumlah DPT Pilpres 2014 tak sampai 200 juta, melainkan 190 juta,” tukas Viryan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman