ISLAMOFOBIA

Azyumardi Azra Mengklaim Pemerintahan Jokowi Tak Islamofobia

Politik | Kamis, 21 Oktober 2021 - 08:04 WIB

Azyumardi Azra Mengklaim Pemerintahan Jokowi Tak Islamofobia
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. (DOK JPNN)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tudingan yang menyatkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) islamofobia ditepis oleh cendekiawan muslim Azyumardi Azra. Menurutnya, pemerintahan Jokowi tak mungkin islamofobia.

Mulanya, Azyumardi mengaku ia dan Menko Polhukam Mahfud MD pernah digugat mengenai rezim Jokowi yang dinilai islamofobia. Ia lantas mengatakan tudingan itu tidak mungkin karena Jokowi terus membangun Universitas Islam Negeri (UIN).


"Saya tentu saja enggak setuju. Kalau ada islamofobia, nggak ada tuh UIN, bahkan Pak Jokowi saja nambah UIN kemarin 6, ya enggak mungkin itu," kata Azyumardi dalam forum peluncuran buku yang digelar DPP PPP secara virtual, Rabu (20/10/2021) malam.

Saat ini, terdapat 23 UIN di seluruh Indonesia. Menurutnya, tidak terdapat satupun negara Islam di dunia yang memiliki universitas Islam negeri sebanyak Indonesia.

"Jadi bagaimana mau menuduh pemerintah kita ini sebagai islamofobia? Enggak mungkin," tutur Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Tidak hanya itu, menurut Azyumardi sepanjang sejarah Indonesia terdapat kecemburuan umat agama lain terhadap umat Islam. Hal ini salah satunya terlihat dari disahkannya Undang-Undang Pesantren.

Selain itu adalah kebijakan beasiswa LPDP yang memberikan slot khusus bagi santri atau dikenal sebagai LPDP santri. Beberapa orang lantas memprotes Azyumardi yang merupakan bagian dari pengurus LPDP.

"Itu ada beasiswa santri di LPDP, itu orang memprotes kita, yang bukan santri gimana?" ujar Azyumardi.

Menurut Azyumardi terdapat beberapa faktor yang membuat hubungan antara pemerintah dan negara dengan sebagian umat Islam masih saja mengalami ketegangan.

Salah satunya adalah karena banyak dari umat Islam yang memegang prinsip minna dan minhum (bagian dari kita dan bagian dari mereka).

"Jadi walaupun Pak Mahfud jelas tokoh kita, wakil kita tapi tidak dianggap sebagai wakil kita, itu minhum dan selalu digugat itu," jelas Azyumardi.

Azyumardi mengaku sering mengkritik prinsip tersebut. Sebab, menurutnya, orang yang memegang prinsip itu memiliki mentalitas terkepung.

Salah satu dampak dari mentalitas ini adalah mudah menuduh kriminalisasi ulama. Padahal, hanya terdapat beberapa tokoh agama yang terjerat perkara kriminal namun digeneralisasi oleh orang-orang itu.

"Jadi mentalitasnya itu mentalitas orang terkepung. Apa-apa saja dilakukan itu yaitu tadi dengan mudah menuduh kriminalisasi ulama misalnya, ulama mana? Paling kan satu dua tiga atau empat orang," tuturnya.

Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook