PEMBATALAN UNDANGAN GUSTI KANJENG RATU (GKR) HEMAS

Ogah Disalahkan, Sekjen DPD Ngaku Tak Mau Nabrak Undang-Undang

Politik | Rabu, 21 Agustus 2019 - 20:50 WIB

Ogah Disalahkan, Sekjen DPD Ngaku Tak Mau Nabrak Undang-Undang
Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Reydonnyzar Moenek (Donny) bersama Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI Mervin S Komber (kiri) saat memberikan keterangan pers terkait pembatalan undangan Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD GKR Hemas di Ruang BK DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (21/8). (Gunawan/JawaPos.com)


JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Polemik pencabutan undangan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas pada Sidang Tahunan dan Sidang Bersama MPR/DPR/DPD, Jumat (16/8) terus bergulir. Lantaran kasus itu Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Reydonnyzar Moenek dianggap telah merendahkan wibawa sang ratu.

Namun, Sekjen yang akrab disapa Donny itu menolak disalahkan. Ia menegaskan, kesekjenan yang dipimpinnya justru telah berbuat sesuai aturan yang ada. Karena tidak mau sampai menabrak aturan dan perundang-undangan.


“Kami (Kesekjenan DPD RI), malah berbuat sesuai aturan. Malah justru kami mengambil langkah koordinasi. Jadi esensi dari pencabutan undangan itu lebih pada tindakan koreksi secara administrasi,” ujar Donny saat menggelar konfrensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

Bahkan, Donny menegaskan, jika dirinya tidak mencabut undangan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang sudah dipecat oleh Badan Kehormatan DPD, maka ia bisa dianggap melanggar undang-undang.

“Kalau saya (Sekjen DPD) tidak melakukan tindakan policy adminitrasi ya akan berhadapan dengan UU,” timpalnya.

Dalam penjelasanya, Donny juga meceritakan soal pengurusan sekitar 3.100 undangan sidang bersama DPD dan DPR. Ia pun menyamakan dengan mengurus surat undangan acara pernikahan.

“Bayangkan kompleksitas yang harus kami hadapi dengan menulis 3.100 undangan. Ini seperti urus undangan mau mantenan, ya mohon maaf pasti ada yang ketelingsut (hilang, red),” bebernya.

Pihaknya kemudian melakukan penyisiran dan ternyata GKR Hemas masih diundang. Berdasarkan hal tersebut, maka Sekjen DPD RI mengambil langkah berkoordinasi dengan Sekjen MPR RI untuk meminta dan mencabut undangan pada Sidang Tahunan dan Sidang Bersama a.n. Ibu GKR Hemas.

“Undangan dimaksud dikelompokkan berdasarkan tata urut keprotokolan dan didistribusikan secara simultan kepada pihak-pihak terkait, dimulai sejak tanggal 9 Agustus 2019. Sesuai protap terhadap undangan itu, kami lakukan penyisiran final pada tanggal 15 Agustus 2019. Dengan maksud untuk mendapatkan akurasi terhadap undangan yang sudah atau yang belum diundang,” tegasnya.

Sebelumnya, anggota DPD RI non aktif, GKR Hemas menerima perlakuan tidak menyenangkan saat akan menghadiri sidang tahunan bersama DPR-MPR, Jumat 16 Agustus 2019. Undangan yang sudah diterima isteri Sultan Yogyakarta itu dibatalkan sepihak oleh Sekjen DPD RI.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi Lucius Karus mengatakan, setiap kesalahan kekeliruan administratif  yang dilakukan oleh pejabat negara, apalagi kesekjenan suatu lembaga negara harus mendapat sanksi berupa evaluasi.

Menurutnya, Evaluasi itu dilakukan sebagai bentuk peringatan supaya ke depannya pihak kesekjenan mampu bekerja lebih baik. Karena hal ini merupakan kesalahan fatal bagi lembaga seperti DPD ini.

“Setiap kesalahan serius yang dilakukan oleh pejabat, yang memunculkan persoalan tata negara, sudah seharusnya dievaluasi. Kerja sekjen itu harus berdasarkan aturan, bukan pesanan pihak tertentu,” kata Lucius, kepada wartawan, Jakarta, Rabu (21/8).

Menurutnya, ada beberapa kemungkinan terkait pencabutan nama GKR dari daftar undangan Sidang Tahunan MPR/DPD. Pertama, klaim pemecatan yang dilakukan oleh BK DPD tampaknya tak dikoordinasi dengan jajaran kesekretariatan DPD yang membuat sekjen DPD masih tetap mencatat Ratu Hemas sebagai anggota DPD.

“Jadi memang pemecatan GKR Hemas ini belum terkoordinasi dengan baik. Karena masih menjatat GKR Hemas sebagai anggota DPD,” katanya.

Kedua, lanjut Lucius, bisa juga pemecatan itu memang cacat secara prosedural maupun substantif. Oleh karena itu, keputusan pemecatan itu tak bisa dieksekusi oleh Kesekjenan DPD. Menurutnya, Kesekjenan pasti paham prosedur administratif soal pemberhentian anggota.

“Kalau sekjen hanya menjadi kaki tangan pihak lain, saya kira tak ada alasan untuk mempertahankannya,” tegas Lucius.

Kronologis

Anggota DPD RI Periode 2014-2019 Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas non-aktif menerima perlakuan tak menyenangkan saat akan menghadiri Sidang Tahunan MPR pada Jumat 16 Agustus 2019 lalu. Pasalnya, undangan yang sudah diterima Hemas dibatalkan sepihak.

Hemas terpaksa legowo menerima surat pembatalan yang dikirimkan Setjen DPD dan MPR. Padahal ia sudah siap menghadiri Sidang Tahunan dan mendengarkan langsung pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

“Secara mengejutkan, GKR Hemas yang sudah menerima undangan dan bersiap hadir, secara sepihak dicabut undangan kehadirannya melalui surat yang dikirim Sekretaris Jenderal DPD Reydonnyzar Moenek dan surat dari Sekretaris Jenderal MPR RI, Ma’ruf Cahyono,” ujar aktivis perempuan sekaligus ahli hukum tata negara Bivitri Susanti dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (18/8).

Pembatalan itu merujuk putusan Badan Kehormatan (BK) DPD RI dalam surat No 02.00/ 1963/DPD RI//2019 yang isinya melakukan Pencabutan Undangan Bagi GKR Hemas (Anggota DPD No 8-53).

Kata Bivitri, Hemas telah menerima undangan sidang tahunan sejak 3 hari sebelum acara digelar, atau Rabu 14 Agustus 2019. Namun saat hari H, dirinya diberitahu kalau undangan tersebut dicabut. Dibatalkan 6 jam sebelum pembukaan pukul 08.30 WIB.

“Jadi surat yang sama diterbitkan oleh Sekjen MPR RI, dengan merujuk surat dari Setjen DPD RI. Melalui Surat No B-Z317/H.M-.04.03/B~11/Setjend MPR/08/2019, Sekjen MPR mencabut undangan bagi GKR Hemas untuk menghadiri acara penting tersebut. Kedua surat tersebut diterima oleh GKR Hemas pada dini hari 16 Agustus 2019,” bebernya.

“Jadi ada dua surat, pertama dari DPD RI pencabutan undangan diterima pukul 02.00 WIB, Sekjen MPR RI diterima 04.00 WIB, isinya pembatalan, sama,” sambungnya.

Kendati, Hemas enggan memprotes pembatalan undangan dirinya. Istri Sultan Raja Jogyakarta ini enggan membuat gaduh saat sidang tahunan MPR 2019 berlangsung.“Tindakan Ibu Kanjeng Ratu Hemas memutuskan tidak hadir dan tidak melakukan protes untuk menghormati sidang umum 2019,” ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook