JAKARTA (RIAUPOS.CO)- Partai Solidaritas Indonesia atau PSI menjadi partai yang paling disorot dalam hasil survei terbaru Litbang Kompas yang dirilis, Kamis (21/3).
Selain disebut bakal gagal lolos ambang batas parlemen sempat persen, partai yang dipimpin Grace Natalie ini juga memiliki resistansi atau dengan kata lain penolakan masyarakat yang tinggi. Hasil survei Litbang Kompas itu menunjukkan PSI memiliki elektabiltas 0,9 persen dengan resistansi masyarakat 5,6 persen.
Setelah PSI ada Perindo dengan elektabilitas 1,5 persen, resistansinya 1,9 persen. Kemudian Berkarya elektabilitas 0,5 persen, resistansinya 1,3 persen. Selanjutnya, Garuda elektabilitas 0,2 persen, resistansinya 0,9 persen.
Nah, pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menjelaskan rendahnya elektabilitas partai-partai baru seperti PSI, Partai Garuda, Berkarya dan Perindo adalah wajar dan normal.
“Selain sebagai ‘new comer’ positioning dan strategi branding mereka pun terbilang tidak tepat. Hal ini terlihat dari tingginya resistansi masyarakat terhadap partai-partai baru termasuk PSI yang dibesut anak-anak milenial,” ujar Ari.
Dia mengaku, sebenarnya dia termasuk yang menaruh harapan besar terhadap PSI di saat-saat awal berdiri. Namun, menurutnya, di tengah-tengah perjalanannya Grace Natalie dkk kerap membuat blunder yang tidak perlu, serta mengganggu soliditas di koalisi partai-partai pendukung capres-cawapres 01 Jokowi - Ma’ruf Amin.
“Pernyataan perda syariah dan poligami yang masuk dalam ranah filosofis keagamaan sebaiknya tidak disentuh PSI di awal kampanye. Dengan cara seperti itu, PSI mengobarkan perang dengan kaum mayoritas,” ujar pengajar di Univesitas Indonesia (UI) itu.
“Demikian juga soal pernyataan PSI yang menyinggung kiprah partai-partai lama soal pendampingan terhadap gender, toh nyatanya sudah digarap oleh partai-partai yang jauh lebih senior,” ujar Ari.
Semestinya menurut Ari, PSI lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa membuat permusuhan dengan partai-partai lain. PSI, kata dia, harusnya percaya diri bermain di isu-isu milenial mengingat captive marketnya di kalangan milenial atau pemilih pemula.
"Ini kan tidak, PSI membuka front pertempuran dengan partai-partai senior, tidak peduli yang ada di dalam koalisi atau tidak serta tidak menggarap intens pasar potensialnya," papar Ari.
Menurut Ari, PSI masih belum bisa menempatkan dirinya sebagai partai baru yang sejajar dengan partai-partai mapan seperti PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar dan PKB. “PSI kurang santun dalam berpolitik serta tidak bisa melepaskan diri dari gaya anak muda yang temperamental,” pungkasnya. (*/adk)
Sumber: JPNN.COM
editor:Deslina