JAKARTA (RP) - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto menyindir pedas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Secara halus Wiranto mengkaitkan hiruk pikuk permasalahan korupsi belakangan ini dengan posisi Presiden SBY yang juga merangkap Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Saat berbicara dalam Silaturahmi Tokoh-Tokoh Bangsa di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Cikini Raya, Jakarta, kemarin (19/1), Wiranto menyampaikan teorinya mengenai berbagai permasalahan yang kini melanda bangsa.
Menurut dia, semua itu mengindikasikan adanya kesalahan fatal pemerintah dalam mengatur negara.
Akar permasalahannya, lanjut dia, adalah banyak pejabat yang setelah mendapatkan mandat dari rakyat melalui pemilu langsung ternyata tidak fokus dan tidak serius menjalankan tugasnya.
Bahkan, ada langkah-langkah yang justru mengkhianati kepercayaan rakyat. Menurut Wiranto, ini terjadi karena pejabat itu masih sibuk mengurusi politik partainya.
‘’Saat ini banyak pejabat pemerintah yang setelah diberi kepercayaan, nyambi atau ngurusi hal yang lain, yakni masalah politik. Misalnya, presiden masih menjadi pembina salah satu partai politik. Banyak menteri merangkap ketua umum Parpol,’’ ujar Wiranto.
Di level daerah, fenomena serupa juga banyak terjadi. Tak sedikit bupati, wali kota atau gubernur yang tadinya bukan pengurus Parpol, setelah terpilih oleh rakyat dalam Pilkada, dijadikan ketua Parpol.
‘’Terjadi misi ganda yang membuat para pejabat publik yang seharusnya menjalankan mandat rakyat, juga menjalankan mandat partai. Ini masalah besar,’’ tegasnya.
Wiranto menjelaskan para pejabat publik akhirnya terjebak dalam suatu keadaan yang tidak nyaman. Para pejabat publik menjadi instrumen politik untuk penguatan sumber daya politik.
‘’Terjadilah sarang KKN di sana. Katakanlah pejabatnya nggak korupsi, tetapi memberi peluang,’’ kata mantan Capres 2004 dan Cawapres 2009, itu.
Dia berharap Presiden SBY memiliki keberanian untuk memberi contoh dan tauladan dengan mundur dari posisi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
‘’Beliau sendiri (SBY), para menteri, gubernur, bupati, dan wali kota untuk meninggalkan jabatan sebagai pengurus parpol dan fokus menjalankan tugas,’’ ujarnya.
‘’Saya percaya kalau ini dilakukan akan banyak anggaran negara yg terselamatkan,’’ imbuh Wiranto. Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung mendukung pandangan Wiranto.
‘’Saya setuju dengan Mas Wiranto tadi,’’ katanya. Menurut Akbar, posisi-posisi politik sebaiknya memang jangan sampai diduduki orang-orang yang punya potensi untuk konflik kepentingan.
‘’Apa yang terjadi dalam republik kita ini, di segala level, semua tidak terlepas dari adanya konflik kepentingan,’’ kata Akbar.
Menurut dia, harus dibangun sistem yang mampu mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan golongannya sendiri.
Dipersoalkannya posisi ketua dewan pembina yang dijabat SBY mendapatkan pembelaaan dari Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Musthopa.
“Itu nggak ada kaitannya, karena sebagai ketua dewan pembina, Pak SBY nggak day to day mengurusi Parpol,” kata Saan.
Anggota Komisi III DPR itu menambahkan komitmen SBY terhadap agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi. Saan mencontohkan ketika awal 2010 terjadi kriminalisasi terhadap KPK, SBY mengambil posisi terdepan.(pri/jpnn)