Minta Aparat Tindak Tegas Pelaku Politik Uang

Politik | Senin, 19 Oktober 2020 - 07:20 WIB

Minta Aparat Tindak Tegas Pelaku Politik Uang
Arwani Thomafi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pengawasan terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 harus dilakukan dengan ketat. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan aparat penegak hukum harus menindak tegas para pelaku politik uang dalam pesta demokrasi di daerah itu. 

Arwani Thomafi, Wakil Ketua Komisi II DPR RI menyatakan, praktik politik uang selalu menjadi titik rawan dalam setiap kontestasi pilkada. Baik dalam situasi pandemi atau pada kondisi normal. Namun, dia belum mendapatkan data survei bahwa dalam masa pandemi, masyarakat lebih berharap politik uang. "Atau calon, tim sukses lebih akan menggunakan strategi politik uang," terang dia. 


Wakil Ketua Umum DPP PPP itu mengatakan, praktik politik uang dalam pilkada akan berpengaruh pada kualitas demokrasi di Indonesia. Dia pun meminta kepada Bawaslu dan penegak hukum melakukan pengawasan secara ketat dan melakukan penindakan dengan tegas terhadap mereka yang melakuka praktik yang dilarang itu. 

Menurut Arwani, banyaknya kepala daerah yang berurusan dengan hukum adalah bukti bahwa ada persoalan serius dalam pilkada. Saat mengikuti pilkada, mereka mengeluarkan banyak uang. Dana itu salah satunya digunakan untuk politik uang. "Jadi, ada kaitannya antara banyaknya kepala daerah yang terjerat hukum dengan politik uang," terang dia. 

Sebelumnya, ICW menyampaikan sebanyak 294 kepala daerah tersandung kasus tindak pidana korupsi selama periode 2010-2019. Sebanyak 11 kasus di antaranya terkait dengan kepentingan pilkada. Data itu dikumpulkan dengan melihat putusan, informasi yang disampaikan aparat penegak hukum dan media.

Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menuturkan, Badan Pengkajian MPR merekomendasikan agar naskah visi misi calon kepala daerah menjadi bagian tak terpisahkan dari visi misi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Hal itu penting sebagai arah bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang merupakan satu kesatuan dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Integrasi visi misi tersebut penting untuk menjamin kesinambungan antara pembangunan nasional dengan daerah. Dengan demikian, konsep pemajuan daerah adalah bagian dari konsep pemajuan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan seiring sejalan dengan pembangunan nasional, dan merujuk pada satu visi besar bersama. "Yaitu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera," ujar Bamsoet saat mengisi Webinar bertajuk Pilkada, Kepemimpinan Daerah, dan Pemajuan Daerah yang diadakan Persatuan Masyarakat Nias Barat Indonesia secara virtual kemarin (18/10).

Menurutnya, narasi ideal yang ingin dibangun melalui penyelenggaraan pilkada serentak di masa pandemi adalah untuk melahirkan pemimpin daerah berkualitas. Mereka diharapkan mampu memutus mata rantai penyebaran Covid-19 melalui serangkaian kebijakan yang diambilnya, sehingga bisa mendorong terwujudnya pembangunan dan kemajuan daerah. Maka untuk merealisasikannya, penyelenggaraan pilkada harus berkualitas. Ada beberapa tolok ukur yang dapat dijadikan rujukan. Diantaranya, kompetensi, netralitas, akuntabilitas penyelenggara pilkada, minimnya pelanggaran dan kecurangan, dan tingkat partisipasi publik yang tinggi. "Serta penyelesaian sengketa Pilkada yang transparan dan adil," urainya.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menyampaikan data Nagara Institute, hasil Pilkada 2015, 2017, dan 2018, tercatat dari seluruh kepala daerah yang bermasalah, ternyata sebagian besar bukan berasal dari kader partai politik. Setidaknya ada 56 kepala daerah non kader partai politik, baik gubernur, bupati dan walikota, yang telah mendapatkan putusan tetap dari pengadilan.

Data itu pada satu sisi menggugurkan anggapan bahwa kandidat dari kader partai politik identik dengan masalah hukum. "Di sisi lain juga menunjukan bahwa partai politik harus membenahi pola rekrutmen dan kaderisasi," paparnya. 

Bamsoet berharap, siapapun yang maju dalam kontestasi pemilihan, telah memiliki keterikatan emosional dengan partai politik. Ketika terpilih, mereka harus memegang amanah sebagai pemimpin, kandidat tak melupakan ideologi dan perjuangan partai yang bermuara pada kesejahteraan rakyat, bukan kesejahteraan pribadi ataupun golongan.(lum/jpg)

Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook