JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kekhawatiran muncul terkait persiapan Pemilu 2024. Sebab, regulasi terkait tahapan dan jadwal pemilu tak kunjung disahkan. Meski begitu, KPU bertekad untuk memulai tahapan sesuai rencana mereka. Komisioner KPU RI Mochammad Afifuddin menyatakan, start tahapan pemilu tidak akan berubah. Sesuai rencana dan kesepakatan pada konsinyasi, tahapan akan dimulai pada 14 Juni 2022. "Jadi ngga ada sebulan lagi. tahapan itu akan berjalan, argo berjalan lah," ujarnya kemarin (18/5).
Diakuinya, secara umum draf rencangan tahapan sudah rampung. Satu-satunya hambatan yang mengakibatkan Peraturan KPU (PKPU) belum disahkan adalah terkait durasi kampanye. Afif menceritakan, dalam rapat konsinyasi, KPU menjelaskan simulasi kampanye 90 hari sebagaimana usulan pemerintah. Di mana salah satu tahapan yang dikorbankan adalah durasi sengketa pencalonan yang menjadi 10 hari. Itu sudah mencakup proses di Bawaslu ataupun PTUN. "Padahal biasanya di Bawaslu saja 2 minggu atau 12 hari kerja," imbuhnya.
Namun belakangan, ada usulan DPR untuk kembali memangkas kampanye menjadi 75 hari. Dari hasil simulasi, kampanye 75 hari juga berkonsekuensi pada durasi penanganan sengketa. Yakni harus kembali dipangkas menjadi tujuh hari. "Sesuatu yang menurut kami agak berat sekali," tuturnya.
Karena itu, KPU masih melakukan simulasi lanjutan untuk mencari format yang paling sesuai. Termasuk dengan mempertimbangkan tawaran pemerintah untuk mempercepat pengadaan dan distribusi logistik dan regulasi percepatan peradilan pemilu.
Selain itu, hal yang juga dipertimbangkan adalah kesesuaian waktu untuk kampanye kepada masyarakat. "Kita bisa berdebat bagaimana ruang untuk partai, orang sosialisasikan gagasan dalam waktu sangat singkat," jelasnya.
Sementara itu, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay menilai, waktu 75 hari tidak cukup untuk melaksanakan kampanye. Selain ada kebutuhan pengadaan logistik dan penyelesaian sengketa, waktu yang mepet membuat esensi kampanye tidak tersampaikan.
Hadar menuturkan, sistem pemilu Indonesia menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka. "Jadi calon yang perlu dikenali sangat banyak," ujar mantan komisioner KPU itu mengingatkan.
Agar pemilihan lebih berkualitas, harus tersedia waktu dan aksesibilitas yang cukup. Khususnya, kesempatan bagi pemilih untuk mengenal sosok dan visi misi para calon. Selain itu, kampanye yang pendek juga akan menyulitkan partai baru. Sebab, waktu mereka tidak cukup untuk mengenalkan diri kepada publik. "Jadi tidak adil bagi peserta pemilu yang baru," tegasnya. (far/bay/jpg)