Diduga Langgar Kode Etik, Ketua Bawaslu dan KPU Disidangkan

Politik | Sabtu, 19 Mei 2018 - 11:33 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP) melaksanakan sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan dan Ketua KPU Riau Nurhamin. Itu setelah kedua pimpinan lembaga tersebut dilaporkan oleh salah seorang warga Pekanbaru, Ir Dendi karena disebut tidak profesional dalam meloloskan salah satu calon gubernur di Pilgubri 2018.

Sidang berlangsung di Kantor KPU Riau, Jalan Gajah Mada, Kamis (17/5). Dengan metode video conference, sidang dimulai dengan pembacaan keberatan pelapor Ir Dendi. Ia menilai, langkah KPU dan Bawaslu Provinsi Riau tidak profesional karena meloloskan salah satu Cagubri dengan memberikan 1 berkas kepala keluarga (KK) saja.

Baca Juga :Anies Janji Tetapkan Kiai Kholil Bangkalan Jadi Pahlawan Nasional di Hadapan Puluhan Ribu Jamaah NU

Sedangkan, Cagubri yang dimaksud Dendi memiliki lebih dari 1 KK. Maka dari itu dirinya menilai KPU tidak profesional karena meloloskan. Sedangkan Bawaslu dinilai melanggar kode etik karena tidak menindak lanjuti laporan yang ia masukan.

Sementata itu Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan menjawab Bawaslu Riau sudah melaksanakan tugas dengan profesional dalam menindaklanjuti laporan dari pelapor. Hasilnya, pihak Bawaslu tidak ditemukan unsur pelanggaran administrasi serta pelanggaran pidana. Terkait tindakan KPU meloloskan salah satu calon gubernur yang dianggap pengadu tidak memenuhi syarat.

“Pelapor beralasan salah satu Cagubri yang diloloskan bersikap tidak jujur dalam mengisi daftar riwayat hidup. Sebagai calon gubernur karena berdasarkan data KK yang diperoleh pelapor, salah satu Cagubri tersebut memilki 2 KK,” jelas Rusidi di hadapan majelis hakim DKPP.

Ia juga menjelaskan kesimpulan yang dibuat pihaknya sudah berdasarkan hasil klarifikasi, pemeriksaan dan permintaan pendapat ahli pemilu dan ahli pidana. Serta melibatkan sentra gakumdu dan dibahas secara bersama. Rusidi juga mengungkapkan, sebenarnya kasus yang disampaikan oleh pelapor adalah kasus lama.

“Kasus tersebut diproses sendiri sewaktu pelapor menjadi Panwasku Kota Pekanbaru pada Pilkada 2011. Kasus ini juga telah di SP3 oleh Polresta Pekanbaru karena tidak cukup bukti sebagai perbuatan pidana,” terangnya.

Secara administrasi, lanjut Rusidi, kasus ini juga sudah tertuang di dalam pertimbangan putusan MK Nomor 63/2012. Yang menerangkan bahwa kasus tersebut bukanlah perbuatan yang menyebabkan calon bisa digugurkan. “Jadi, kami juga mempertanyakan apa motivasi pelapor sehingga gigih betul dalam masalah ini. Sehingga muncul spekulasi kami bahwa ini terkesan mencari-cari kesalahan penyelenggara saja,” tambahnya.

Sidang ditutup dengan pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak. DKPP sendiri berjanji akan menelaah hasil sidang dan mengeluarkan putusan paling lambat sepekan semenjak sidang dilangsungkan.(das)

Laporan AFIAT ANANDA, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook