JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) menilai wacana pembentukan koalisi partai politik berbasis massa Islam untuk Pemilu 2024 justru kontraproduktif dengan upaya semua pihak melakukan rekonsiliasi nasional.
"Saya menilai wacana ini justru kontraproduktif dengan upaya kita melakukan rekonsiliasi nasional, memperkuat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara," kata Zulkifli dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (17/4/2021).
Dia mengatakan, saat Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 begitu kuat menggunakan sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), politik aliran, dan politik identitas. Menurut dia, "luka" dan trauma yang ditimbulkan oleh ketegangan dan tarik-menarik itu masih terasa, karena rakyat masih terbelah, meskipun elite cepat bersatu.
"Buktinya capres dan cawapres yang menjadi lawan dari pasangan pemenang, saat ini sudah bergabung," ujarnya lelaki asal Lampung ini.
Ia menilai, wacana koalisi partai Islam 2024, justru akan memperkuat politik aliran di Indonesia, padahal itu merupakan sesuatu yang harus dihindari. Zulkifli menjelaskan, PAN saat ini sedang memperjuangkan dan memperkuat politik gagasan, yaitu politik yang mengedepankan konsep dan program.
"Seharusnya saat ini kita bersama-sama berpikir untuk kesejahteraan rakyat, mewujudkan ide kesetaraan, merumuskan gagasan tentang kedaulatan, dan seterusnya," katanya lagi.
Wakil Ketua MPR RI itu mengajak semua pihak sama-sama berpikir bagaimana agar memiliki pemerintahan yang bersih, bagaimana memiliki hukum yang adil, bagaimana agar kita memiliki ekonomi yang setara.
Selain itu, menurut dia, harus memikirkan bagaimana agar kita tidak lagi bergantung pada impor pangan dari negara lain, bagaimana memperkuat militer dan pertahanan kita, bagaimana menciptakan harmoni di tengah segala perbedaan yang ada.
"Gagasan PAN tentang Islam adalah Islam substansial, Islam tengah (wasathiyah, red), ajaran Islam yang diterjemahkan ke dalam berbagai dimensi kehidupan. Gagasan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, dalam bahasa Buya Hamka, Islam garam, isi dan substansi bukan Islam gincu," ujarnya lagi.
Sumber: JPNN/Antara/Pojoksatu
Editor: Hary B Koriun