SUAP PAW PDIP

Hasto Klaim Proses PAW Harun Masiku Sesuai Mekanisme Hukum

Politik | Kamis, 16 April 2020 - 20:45 WIB

Hasto Klaim Proses PAW Harun Masiku Sesuai Mekanisme Hukum
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Fedrik Tarigan/Jawa Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku tidak pernah memerintah secara langsung Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina untuk mengurus PAW anggota DPR RI terpilih Almarhum Nazaruddin Kiemas kepada Harun Masiku. Menurutnya, PDIP hanya memerintahkan Dony Tri Istiqomah untuk mengurus perkara tersebut.

"DPP hanya menugaskan Dony untuk mengkaji secara hukum terkait uji materiel di Mahkamah Agung dan pengurusan soal ini ke KPU," kata Hasto saat bersaksi melalui telekonferens sidang kasus dugaan suap PAW PDIP untuk terdakwa Saeful Bahri di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/4).


Hasto membeberkan, pihaknya sengaja mengusulkan Harun Masiku untuk menggantikan Nazaruddin yang meninggal sebelum Pileg 2019. Sebab, Harun dianggap sebagai kader yang berprestasi dan berjasa bagi partai moncong putih itu.

Hasto menyebut, Harun pernah mendapat beasiswa di University of Warwick United Kingdom jurusan Hukum Ekonomi Internasional dan pada tahun 2000 ikut membantu penyusunan anggaran dasar/rumah tangga PDIP. "Keputusan tersebut juga hasil rapat pleno DPP PDIP yang mengusulkan bahwa pengganti suara Nazaruddin Kiemas pemilik suara 44 ribu dilimpahkan kepada Harun," ujar Hasto.

Hasto menegaskan, partai politik punya kedaulatan dalam memutuskan pengalihan suara, mengingat partai politik merupakan sebuah lembaga. Oleh karena itu, PDIP, kata Hasto, melakukan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, MA lantas mengabulkan permohonan PDIP yang pada intinya partai politik punya kedaulatan untuk memutuskan kader terbaiknya.

Keputusan MA itu sempat diserahkan kepada KPU. Namun pada Agustus 2019, lanjut Hasto, KPU belum meyakini putusan MA dan menolak permohonan PDIP. Lantas, DPP PDIP meminta MA untuk mengeluarkan Fatwa MA menyikapi perbedaan tafsir itu.

"Untuk menjalankan keputusan MA dan Fatwa MA, kami mengeluarkan surat tugas kepada Dony Istiqomah untuk menjalankan tugas tersebut dan kami berkirim surat kepada KPU terkait permohonan menjalankan Fatwa MA tersebut," ujar Hasto.

Dalam persidangan, Hasto mengklaim tidak pernah menyuruh Dony untuk menyuap komisioner KPU dalam hal ini Wahyu Setiawan. Dia pun mengaku, tidak pernah memerintahkan Saeful dan Tio terlibat dalam pengurusan perkara ini.

Hasto pun mengaku tidak pernah bertemu Wahyu di luar kegiatan resmi KPU. Sementra itu, terkait adanya niatan Saeful meminta dana kepada Harun, lanjut Hasto, dirinya hanya berkomunikasi pasif kepada Saeful.

"Saya selalu balas hanya, oke, sip. Artinya saya hanya membaca tetapi saya tidak menaruh atensi dengan hal tersebut," tukas Hasto.

Dalam perkara ini, Saeful Bahri selaku mantan calon legislatif (Caleg) PDIP didakwa memberikan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesae SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta melalui Agustiani Tio. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan eks Caleg PDIP Harun Masiku.

Uang suap tersebut akan diberikan kepada Wahyu secara bertahap. Upaya memberikan uang itu dengan maksud agar Wahyu Setiawan dapat mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 (Sumsel 1) kepada Harun Masiku.

Saeful didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook