Pilkada Serentak 2015 dan 2018

Politik | Sabtu, 15 September 2012 - 18:30 WIB

JAKARTA (RP) - Ide pelak­sa­naan pilkada serentak mulai mendapat respons dari Ke­men­terian Dalam Negeri (Ke­men­dagri). Setelah berbagai usul muncul dari parlemen, Kemendagri ternyata telah men­yiapkan beberapa for­mulasi gelaran pilkada se­ren­tak yang kemungkinan terlak­sa­na setelah Pemilu 2014. 

”Gelaran pilkada dibagi dua grup atau dua kelompok,” kata Dirjen Otonomi Daerah Ke­mendagri Djohermansyah Djohan dalam diskusi di rua­ng­an Fraksi Partai Golkar (FPG) di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (14/9).

Djohermansyah me­nga­takan, salah satu usul yang di­sam­paikan Kemendagri dalam pembahasan RUU Pilkada adalah memundurkan gelaran pilkada 2014 menjadi 2015. Setahun setelah pemilu itu, akan ada 279 pilkada yang digelar secara serentak.

”Perin­ciannya, pilkada 20­10 (habis masa jabatan 2015, red) sebanyak 236 dan pilkada yang ditunda 2014 sebanyak 43,” kata Djohermansyah.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Grup atau pengelompokan kedua digelar pada 2018. Djo­her­mansyah menyatakan, pil­kada serentak pada 2018 me­ru­pakan gabungan dari tiga pilkada, yakni 2011 hingga 2013. Terdapat 66 pilkada yang terjadi pada 2011, 57 pilkada pada 2012, dan 122 pil­kada, termasuk Daerah Isti­mewa Yogyakarta yang dila­ku­kan penetapan.

Dengan adanya pilkada se­rentak itu, lanjut Djohar, ten­tunya memunculkan kon­se­ku­en­si. ”Harus ada perpanjangan masa jabatan dengan me­ng­gunakan penjabat (pejabat sementara, red) di sejumlah daerah,” ujarnya. Untuk pilk­a­da 2014 yang ditunda dan pilkada yang digelar pada 2014, dibutuhkan penjabat dengan masa kerja satu tahun. Untuk pilkada 2011, harus ada penjabat yang melakukan tu­gas sementara selama dua tahun. Pilkada serentak juga bisa memunculkan ekses ne­ga­tif terjadinya kerusuhan yang mengancam stabilitas na­sio­nal.

Dengan rumusan tersebut, nanti terbentuk tiga kelompok besar dalam pemilu. Pemilu legislatif dan pemilu presiden, ditambah dengan pilkada yang dibagi dua kelompok besar.

Dia menambahkan, ge­laran pilkada serentak me­miliki banyak arti. Sejak dimu­lainya era pilkada dengan pemilihan langsung, Indonesia tercatat telah menggelar 852 pilkada. Rata-rata, pilkada digelar tiga hari sekali. ”Indonesia bisa memecahkan rekor dunia, efeknya banyak sekali,” ujar peraih profesor public policy analysis di Monash University, Melbourne, Australia, itu.

Namun, pilkada serentak ju­ga memiliki manfaat. Me­nurut Djohermansyah, pe­ren­canaan pembangunan lebih sinergi antara pusat dan dae­rah. Rakyat tidak perlu be­ru­lang-ulang pergi ke bilik suara. Demikian juga, ada efisiensi biaya dan waktu, tidak banyak tim sukses. ”Bila ada sengketa, untuk dibatasi waktu jika seng­keta melalui pengadilan se­hi­ng­ga tahapan tidak ter­ga­ng­gu,’ tandasnya.

Mendagri Gamawan Fauzi me­ngatakan, pelaksanaan pil­kada secara serentak juga akan memberikan kemudahan jika ter­jadi gugatan sengketa hasil pil­kada. Misalnya, jika mem­bawa gugatan tersebut ke MK, ha­rus mempertimbangkan bia­ya-biaya saksi datang atau membawa barang-barang ya­ng menjadi alat bukti ke Ja­kar­ta.

Karena itu, lanjut dia, ada usul dengan pengadilan di daerah. ”Kan bisa dibikin ad hoc,” kata dia. Apalagi, pilkada serentak tersebut dilakukan per provinsi. ”Sekali saja dibu­at­nya bikin ad hoc di situ. Terus, nanti lima tahun ke­mu­dian bikin lagi,” sambung Gamawan.

Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan sepakat de­ngan ide pelaksanaan pil­kada serentak. Namun, Malik mengusulkan agar pilkada serentak tersebut tidak dilak­sa­nakan pada 2015. ”Pada 2015, masih sulit digelar pil­kada serentak. Baru dilak­sa­nakan pada 2016,” ujar Hus­ni.

Dia memiliki pertim­ba­ng­an mengapa pilkada serentak sebaiknya digelar pada 2016. Menurut dia, pada 2015 KPU perlu melakukan konsolidasi nasional sebelum menggelar pilkada serentak. Konsolidasi itu juga perlu dilakukan de­ngan pemerintah daerah agar pengajuan anggaran untuk pilkada bisa disampaikan. ”Persiapan KPU bisa lebih baik karena distribusi beban bisa terbagi rata,” ujarnya. (bay/fal/c4/agm/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook