JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tengah mempersiapkan susunan Menteri Kabinet Kerja jilid II. Namun beda dari biasanya, dalam penyusunan kabinet kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dilibatkan untuk memilih pembantu Jokowi untuk periode 2019-2024.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, pihaknya tidak dilibatkan dalam penyusunan kabinet di periode kedua Jokowi. Laode hanya berharap Jokowi dapat menunjuk orang-orang yang mempunyai rekam jejak bagus untuk mengisi posisi menteri dalam periode kedua pemerintahannya.
“Kami tidak diikutkan, tetapi kami berharap bahwa yang ditunjuk oleh Presiden adalah orang-orang yang mempunyai track record yang bagus dari segi integritas, tidak tercela,” kata Laode di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/10).
Sebagai lembaga antirasuah, lanjut Laode, pihaknya berharap Jokowi dapat memilih orang-orang yang berkompeten untuk bisa bekerja secara profesional dan terhindar dari praktik-praktik rasuah.
“Kami berharap memilih yang betul-betul bersih dan profesional di bidangnya yang dia akan kerjakan,” ungkap Laode.
Kendati demikian, Laode tidak menutup mata untuk bisa memberikan masukan jika diminta untuk menelusuri rekam jejak calon menteri tersebut. Sebab, kini terdapat dua menteri Kabinet Kerja yang tengah tersandung kasus korupsi.
“Itu adalah hak prerogatif Presiden. Kalau dimintai masukan, kami akan memberikannya. Kalau tidak, tidak apa-apa seperti itu. Kami berharap bahwa beliau cukup paham untuk mengetahui mana calon menteri yang mempunyai rekam jejak yang baik atau tidak,” jelas Syarif.
Untuk diketahui, terkini terdapat dua menteri yang tersandung kasus korupsi pada periode pertama pemerintahan Jokowi, yaitu Menteri Sosial Idrus Marham dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Idrus yang ditetapkan sebagai tersangka KPK, diduga menerima hadiah atau janji dari proyek PLTU Riau-1. Idrus diduga telah menerima suap bersama mantan anggota DPR RI Eni Maulani Saragih.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar tersebut terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar yang diberikan oleh pengusaha yang juga salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Diketahui, ia juga secara aktif membujuk agar Kotjo memberikan uang kepada Eni.
Uang tersebut digunakan untuk membiayai keperluan partai dan keperluan suami Eni yang maju dalam Pilkada di Temanggung. Patut diketahui, pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hanya menjatuhkan 3 tahun penjara serta harus membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada Idrus.
Namun, pada tingkat banding, ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sementara itu, mantan Menpora Imam Nahrawi diduga menerima suap Rp 14.700.000.000 lewat Miftahul dari tahun 2014 hingga 2018. Kemudian, Imam diduga meminta uang sebanyak Rp 11.800.000.000 dalam rentang waktu 2016 hingga 2018.
Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
Imam diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Editor : Deslina
sumber: jawapos.com