JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah mengakui tahun 2013 adalah tahun yang suram bagi partainya.
Saat itu, mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengurusan impor sapi. Saat itu pula, kata Fahri, partainya merasa dihantam habis-habisan oleh media massa. Terutama media massa yang berafiliasi dengan tokoh-tokoh politik.
"Dalam sejarah PKS tahun lalu benar-benar terasa betul hantaman ini sudah di puncak. Kita sampai berpikir bahwa tidak ada lagi yang jauh lebih besar dari ini ujiannya," tutur Fahri di Jakarta Pusat pada Selasa, (14/1).
Fahri mengaku kadang mempertanyakan fungsi media massa yang cenderung lebih dikuasai kepentingan tertentu dibanding kebebasan pers di dalamnya. Ini, kata dia, terlihat ketika PKS digebuki habis-habisan dalam kasus yang menjerat Luthfi. Lebih banyak pemberitaan yang menurutnya tidak sesuai substansi kasus. Media massa justru lebih banyak menyoroti masalah perempuan di dalam kasus itu.
"Pers sebagai penyambung lidah masyarakat. Harusnya wartawan lebih mendominasi kepemilikan media, bukan cukong-cukongnya," sambung Fahri.
Dalam data survei Pol-Tracking Institute disebutkan 46,7 persen kasus hukum yang diduga melibatkan sejumlah kader PKS, yang paling disoroti di media massa. Dimulai dari pemeriksaan saksi Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin oleh KPK, lingkaran perempuan di sekitar Luthfi Hasan Ishaaq dan persidangannya, serta nama Ahmad Fathanah yang selalu dikaitkan dengan PKS.
Sementara masalah kebijakan politiknya disoroti sebanyak 28,1 persen. Salah satunya dengan langkah PKS dalam menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kontroversi pemasangan spanduk penolakan BBM. (flo/jpnn)