Penundaan Pilkada Dinilai Illegal

Politik | Sabtu, 11 Agustus 2012 - 18:06 WIB

JAKARTA (RP) – Berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 membuat Kementerian Dalam Negeri berencana memundurkan jadwal Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada tahun yang sama. Namun, pilihan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi itu dinilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mungkin terlaksana bila tak ada payung hukumnya.

Ketua KPU RI Husni Kamil Manik melihat sampai saat ini belum ada peraturan pengganti undang-undang (Perpu) yang diterbitkan pemerintah untuk menjadwal ulang pilkada di provinsi Lampung dan Jawa Timur serta 41 kabupaten/kota tersebut.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Bukan tidak mungkin jika dibiarkan saja oleh pemerintah, maka pilkada yang telah terjadwal pada 2014 tetap akan terlaksana. Kalau ditunda silahkan tapi terbitkan undang-undang atau Perpu sebagai payung hukumnya," ujarnya  saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta.

Pemerintah sendiri telah menetapkan bahwa tidak akan ada penyelenggaraan pilkada karena berbarengan dengan Pemilu guna meminimalisir keruwetan data mata pilih antara Pemilu dan Pilkada kelak. Sehingga pada 2014 mendatang perhatian masyarakat maupun pemerintah pusat dan daerah tertuju mensukseskan Pemilu.

Sementara jika jadwal pilkada 2014 dimundurkan satu tahun maka dinilai melanggar undang-undang karena tidak memiliki payung hukumnya. "Karena yang paling mungkin adalah jadwalnya (pilkada) dimajukan satu tahun yakni 2013 dan untuk memajukan jadwal pilkada masih menjadi kewenangan KPU, sementara memundurkannya sama sekali tidak ada kewenangan siapa-siapa," ujar pria asal Sumatera Barat itu.

Pihaknya, lanjut Manik, telah mempersiapkan opsi memajukan jadwal pemilukada untuk  kepala daerahnya yang turun jabatan pada 2014. Namun kendalanya opsi percepatan pilkada itu dikarenakan pelaksanaannya disesuaikan dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Karena itu, pemerintah juga perlu menerbitkan Perpu menyesuaikan dengan pembahasan APBD di 43 daerah tersebut. “KPU tetap mempersiapkan opsi untuk mempercepat (2013), setidaknya ini untuk mengantisifasi saja karena menyangkut pengesahan APBD. Kita berharap undang-undang/perpu harus terbit menyesuaikan pembahasan APBD, kalau tidak jadi masalah dalam pembiayaan,” jelasnya.

Manik juga mengaku telah membicarakan hal tersebut kepada Mendagri. Namun, pembicaraan itu, kata dia, secara tidak resmi dalam artian antara Husni dan Mendagri pernah menyinggung hal itu pada kesempatan perbincangan keduanya meski belum membicarakannya dalam rapat resmi duduk bersama instansi terkait. “Kita sudah bicarakan tapi masih secara informal,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Raydonnizar Moenek menegaskan, pihaknya telah mengusulkan untuk membentuk payung hukum terkait penundaan pelaksanaan Pilkada, apakah nantinya dalam RUU Pilkada, RUU Pemda atau dibentuknya Perpu. Dikatakanya, hal itu sudah dikemukakan dalam pembahasan bersama di DPR untuk dijadikan payung hukum pelaksanaanya kelak.

”Kita mengarah kesana (membentuk payung hukumnya), itu (penundaan) sebuah opsi, mau tidak mau diambil oleh mendagri dengan mempertimbangkan menjamin efektifitas pileg dan pilpres,” kata Donny sapaan Raydonnizar.

Dikatakan Dony, bila tidak ada hambatan, dalam waktu dekat payung hukum tersebut sudah terbentuk sejalan dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang dimaksud.  ”Karena tata tertibnya, dalam pembahasan itu dipersyaratkan selesai dalam dua kali masa persidangan. Kita asumsikan akhir desember sudah disahkan. Kalaupun tidak, hanya boleh diperpanjang dalam satu kali masa sidang. Artinya paling lambat Maret (2013) payung hukumnya sudah ada,” jelas Dony.

Donny menambahkan, Mendagri telah memilih pengunduran pelaksanaan Pilkada ini berlaku bagi 43 daerah. Menurutnya, penundaan itu mengacu pada UU 32/2004 tentang Pemda dan Peraturan Pemerintah (PP) 6/2005 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.

Dalam aturan itu, kata dia, disebutkan tidak boleh ada Pemilukada yang digelar enam bulan sebelum tahap pemungutan suara Pileg dan Pilpres serta kepala daerah tidak boleh menyisahkan masa jabatanya."Mengacu pada Peraturan Pemerintah, kalau dimajukan nanti kepala daerah bersangkutan merasa jabatannya belum habis. Ini opsi terbaik yang kami ambil. Penyelenggaran Pilkada bisa dilakukan 8-9 bulan setelah Pemilu Legislatif," tegasnya. (kyd)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook