JAKARTA (RP) - Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) mulai dibahas bersama oleh DPR dan Pemerintah, Rabu (6/6) di Jakarta. Pada rapat kerja antara Komisi II DPR dengan wakil pemerintah itu, Mendagri Gamawan Fauzi memaparkan beberapa poin penting tentang gagasan pemerintah dalam RUU Pilkada.
Ide yang disodorkan pemerintah dalam RUU Pilkada di antaranya pemilihan gubernur oleh DPRD. ‘’Ini bukan langkah mundur, tapi upaya demokratis menyangkut sistem ke depan,” kata Mendagri di hadapan rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa itu.
Dalam Raker dengan agenda mendengar paparan pemerintah tentang RUU Pilkada itu Mendagri menegaskan, UUD 1945 mengamanatkan bahwa gubernur, bupati dan wali kota dipilih secara demokratis. Namun khusus gubernur, kata Mendagri, memiliki peran ganda sebagai kepala daerah sekaligus wakil pemerintah pusat di daerah. Karenanya Mendagri menegaskan bahwa gubernur tak relevan lagi dipilih secara langsung. “Mekanisme yang paling kompatibel adalah melalui mekanisme perwakilan,” cetusnya.
Sementara untuk bupati dan wali kota, lanjut Mendagri, bakal tetap dipilih langsung oleh rakyat. Alasannya, karena bupati dan wali kota bersentuhan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat.
‘’Secara jenjang (bupati/wali kota) paling dekat dengan masyarakat. Berbasis kepercayaan langsung dari masyarakat, sehingga yang paling kompatibel adalah Pilkada langsung,” sambungnya.
Mantan Gubernur Sumatera Barat itu menambahkan, dua cara pemilihan kepala daerah itu tetap sama-sama demokratis. ‘’Kadar legitimasinya juga sama, yang membedakan kuantifikasinya saja,” lanjutnya.
Poin lain dalam RUU Pilkada adalah tiadanya calon wakil kepala daerah. Bahkan jika merujuk pada Pasal 18 ayat 4 UUD 1945, Mendagri menyebut tidak adanya wakil kepala daerah.
Kalaupun saat ini ada wakil, lanjut Mendagri, dalam keanyataanya sebenarnya tak efektif karena pengaruh politik. Berdasarkan catatan Kemendagri, dari 324 Pemilukada hanya 24 pasang calon kepala daerah dan wakilnya saja yang maju lagi sebagai pasangan incumben.
Pertimbangan jabatan wakil kepala daerah ditiadakan dalam RUU Pilkada, kata Mendagri, karena pertarungan politik antara kepala daerah dan wakilnya juga berimbas ke birokrasi di daerah. Dampaknya, pelayanan publik pun menjadi tak efektif.
‘’Konstitusi tidak mengenal wakil kepala daerah karena UUD hanya memilih gubernur, bupati dan wali kota. Dengan demikian wakil kepala daerah tidak dilihat lagi sebagai jabatan politik. Makanya posisi wakil tak ada lagi dalam rancangan RUU Pilkada,” sambungnya. Poin lain dalam paparan Mendagri adalah upaya untuk menekan politik uang di Pilkada. Nantinya, lanjut Mendagri, justru partai politik yang harus menyediakan dana bagi calonnya yang dijagokan di Pilkada. ‘’Biaya politik tak bisa dipungkiri. Namun untuk mereduksi itu, maka Parpol ditempatkan sebagai penyandang dana Pilkada bagi calon sehingga mendorong kampanye ideologis dan mencegah politik uang,” ucapnya.
Poin yang juga dianggap penting dari RUU Pilkada usulan pemerintah ke DPR adalah pembatasan calon kepala daerah berdasarkan hubungan kekerabatan.(ara/izl)