PEKANBARU (RP) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau meminta masyarakat untuk sabar menunggu hasil Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) hingga tuntas penghitungan manual di KPU Riau pada 13-14 September mendatang.
Pernyataan ini disampaikan Ketua KPU Riau Ir Tengku Edy Sabli MSi terkait saling klaim hasil perolehan suara oleh setiap pasangan calon.
Selain itu, Edy Sabli juga menegaskan soal tidak ada dasar hukum bagi KPU menyelenggarakan quick count. Karena tidak ada landasan hukumnya, maka KPU tidak pernah menyelenggarakannya.
Ini dikatakan Edy terkait keluhan warga yang tidak bisa mendapatkan hasil Pilgubri sesegera mungkin karena tidak adanya quick count.
‘’Baik undang-undang atau peraturan KPU, tak mengatur dan mewajibkan menyelenggarakan quick count dalam Pilgubri,’’ ujar Edy Sabli kepada Riau Pos, Kamis (5/9).
Edy menegaskan, yang membuat masyarakat bingung bukanlah KPU. Tidak ada yang perlu diragukan atau dibingungkan, masyarakat harus sabar karena KPU melakukan tugasnya sesuai dengan tahapan.
Jika memang ingin tahu, menurut Edy, Kesbangpolinmas Pemprov Riau sudah melakukan penghitungan untuk memenuhi keingintahuan masyarakat tersebut.
‘’Kami pelaksana undang-undang dan peraturan, memenuhi keingintahuan masyarakat bukan kewajiban kami,’’ ungkap Edy. Selain itu, lanjutnya, tak adanya quick count itu untuk menghargai semua penyelenggara Pilgubri yang masih bekerja di lapangan. ‘’Kami menghargai saksi-saksi dan pengawas yang sedang menjalankan tugasnya,’’ kata Edy Sabli.
Disebutkan Edy, jika ada quick count, dikhawatirkan saksi-saksi tidak datang lagi ke TPS mengawasi jalannya pemungutan suara dan penghitungan. Kalau saja pukul 15.00 WIB, Rabu (4/9), sudah diketahui pemenangnya, tentu semua penyelenggara, saksi dan pengawas pikirannya terpengaruh. Karena sudah ada yang menang, mengapa harus repot-repot menghitung.
KPU Riau sangat berharap semua pihak bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sehingga penyelenggaraan Pilgubri lebih berkualitas.
Saksi-saksi dan pengawas ini harus mendapatkan Formulir C 1 KWK sebagai rekapitulasi penghitungan hasil suara, inilah yang menjadi pegangan.
Menurut Edy, quick count itu tak bisa dipertanggungjawabkan, karena yang jadi bukti dari penghitungan suara itu adalah formulir model C1 KWK.
‘’Siapa yang bisa mempertanggungjawabkan quick count-nya, kalau metodanya sama, hasilnya tentu akan sama. Tapi siapa pihak yang berwenang menguji? Kalau dihitung berdasarkan formulir C1 KWK, itu baru bisa jadi bukti,’’ paparnya.
Disebutkan Edy, jika quick count itu sebuah substansial, maka tentunya diatur dalam undang-undang. Yang diatur adalah rapat pleno berjenjang mulai dari KPPS, PPS, PPK, KPU kabupaten/kota dan juga KPU Riau. Untuk apa rapat berjenjang tersebut kalau diumumkan lebih cepat. Kalau memang substansial, tentunya akan diatur dalam undang-undang, PKPU atau sekurang-kurangnya Surat Edaran KPU RI.
Meskipun tak ada aturannya, namun bila KPU berinisiatif menyelenggarakan quick count, kata Edy, tetap tidak bisa. Tidak bisa inisiatif karena tuntutan masyarakat saja. Kasus mobil pemadam kebakaran jadi permasalahan hukum, karena tidak ada aturannya.
Padahal kalau ditanya kepada masyarakat, semua menyatakan perlu adanya mobil pemadam kebakaran, tapi yang bertanggung jawab tetap pengguna anggaran. ‘’Kami juga mempertimbangkan kasus hukum seperti itu,’’ tegas Edy.
Dipaparkan Edy, berdasarkan PKPU Nomor: 16/2010 tentang Pedoman Tatacara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilukada. ‘’Yang ada di PKPU hanya perhitungan manual berjenjang dan sesuai jadwal dan tahapan,’’ ungkapnya. (rul/yud)