RUU Pilkada Tekan Masalah

Politik | Kamis, 05 Desember 2013 - 11:23 WIB

Laporan mario Kissaz dan Eka Gusmadi Putra, Pekanbaru    redaksi@riaupos.co

 

Pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada) yang mulai berjalan pasca era reformasi dinilai meninggalkan berbagai masalah.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan tinjauan guna menekan masalah-masalah kepemimpinan di seluruh daerah. Salah satunya melalui RUU Pilkada yang diharapkan dapat segera disahkan legislatif di Senayan.

Demikian disampaikan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan yang sudah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang khusus mengatur penyelenggaraan Pilkada di Indonesia. “Karena RUU Pilkada diyakini mampu menguraikan persoalan-persoalan Pemilu yang sering terjadi di daerah,” ujarnya.

Pernyataan tersebut disampaikan Penjabat Gubri itu, dalam diskusi tentang RUU Pilkada bersama RRI, Rabu (4/12) di Pekanbaru.

Djohermansyah yang saat itu didampingi Asisten I Setdaprov Riau, Abdul Latif menyebutkan, persoalan-persoalan yang terjadi dalam Pilkada harus dicarikan solusi sebagai terobosan baru dan komprehensif. Mulai mekanisme pemilihan yang biayanya sampai menguras APBD hingga tidak harmonisnya hubungan kepala daerah dan wakilnya.

“RUU Pilkada tersebut kini dalam pembahasan oleh pemerintah dan DPR. Kita berharap dalam sidang terakhir nanti bisa diselesaikan, sehingga dengan RUU Pilkada yang baru ini, Pilkada kita bisa lebih baik dan lebih sempurna lagi,” sambungnya.

Pilkada dinilai berdasarkan usulan RUU tersebut tidak hanya melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang lansung dipilih oleh rakyat, tetapi juga melahirkan permasalahan baru, seperti praktik politik uang yang semakin masif, politisi birokrasi, ketidakharmonisan kepala daerah dan wakil, konflik, sengketa, bahkan kerusuhan yang mengakibatkan kerugian harta hingga nyawa.

“Sehingga dapat ditekan dengan pemilihan bupati/wali kota langsung oleh DPRD di daerah masing-masing. Tanpa wakil,” tambahnya.

Sementara itu Abdul Latif mengungkapkan beragamnya konflik Pilkada di beberapa daerah diharapkan tidak terjadi di Provinsi Riau.

“Kita mendukung apa yang diwacanakan pemerintah melalui Kemendagri yang mengusulkan RUU Pilkada, untuk menyelesaikan dan menekan persoalan selama Pilkada. Kita juga berharap di Riau tidak terjadi kekhawatiran dan masalah selama Pilkada,” sebutnya.

Temukan Indikasi 11 Persen Politik Dinasti

Djohermansyah Djohan juga menyebutkan beberapa poin menjadi sorotan Kemendagri mulai dari kurang harmonisnya pasangan kepala daerah, pemilihan kepala daerah serentak hingga politik dinasti.

Ia menyebutkan, dari data Kemendagri diperoleh indikasi 11 persen penerapan politik dinasti untuk kepala daerah.

”Dari 524 kepala daerah tingkat II sudah terdata 61 atau 11 persen menerapkan politik dinasti. Mulai dari kerabat, ikatan perkawinan hingga hubungan darah. Misalnya, bapaknya jadi gubenur, anak dan kerabatnya jadi bupati/wali kota. Selain itu, dari angka tersebut juga terdapat banyak kepala daerah yang tersangkut masalah hukum. Ini menjadi salah satu perhatian ekstra,’’ urainya.

Poin lain yang menjadi perhatian adalah pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah. Untuk kasus ini diperoleh angka yang cukup mencengangkan.

Di mana dari 1 Juni 2005 hingga November 2013 terdata 96 persen hubungan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kurang harmonis.

‘’ Hingga saat ini, yang pecah kongsi sampai 96 persen, yang akur hanya 4 persen. Untuk itu dalam perkembangan terkini RUU Pilkada diusulkan hanya  pemilihan kepala daerah, sementara wakilnya ditunjuk dari pegawai negeri sipil,’’ sambungnya.

Selain itu, mahalnya ongkos Pilkada dan carut-marut konflik Pilkada juga masuk dalam hal substansi RUU Pilkada yang sedang digodok bersama DPR RI. Dalam usulan itu juga disebutkan pemilihan kepala daerah tingkat I masih secara langsung, sementara pemilihan kepala daerah tingkat II dengan menerapkan tidak langsung atau melalui anggota DPRD kabupaten/kota.

‘’Belum lagi korban akibat konflik Pilkada. Dari data kita, 75 orang meninggal sia-sia, 270 orang luka-luka. Belum lagi ada ratusan sepeda motor, mobil, rumah dan instansi kantor yang menjadi korban konflik dan polemik kepala daerah,’’ tuturnya.

Dalam kesempatan itu juga dilakukan dialog bersama media cetak dan elektronik di Pekanbaru. Dialog juga disiarkan secara langsung melalui RRI.(ade)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook