Thomas menjelaskan, dari total dana Rp213,2 miliar, BPN menggunakan dana untuk kampanye Rp211,5 miliar. Artinya, masih ada sisa Rp1,7 miliar. Dia mengungkapkan, sumbangan terbanyak berasal dari kantong pribadi Prabowo dan Sandiaga. Nilainya Rp192,5 miliar. ’’Tapi, untuk perbandingannya, Pak Sandiaga lebih banyak (menyumbang), mungkin sekitar 55 sampai 58 persen,’’ ucapnya.
Pada laporan dana awal kampanye (LDAK), lanjut Thomas, persentase sumbangan Sandi justru lebih banyak, yakni 80 berbanding 20 persen untuk sumbangan Sandi. ’’Jadi, sumbangan Pak Prabowo yang ditambah, bukan sumbangan Pak Sandi yang dikurangi,’’ jelas dia.
Menurut Thomas, selain dari paslon, sumbangan didapat dari perseorangan dan kelompok. Jumlahnya sekitar Rp9 miliar. Sumbangan dari kelompok atau komunitas Rp1,1 miliar. Sedangkan sumbangan dari parpol sekitar Rp4,8 miliar.
Dari sumbangan tersebut, anggaran paling banyak digunakan untuk mencetak bahan kampanye. BPN menghabiskan dana Rp60,8 miliar. Sedangkan dana yang dihabiskan untuk pertemuan tatap muka Rp21 miliar. Rapat umum Rp30,7 miliar dan yang terakhir pencetakan alat peraga kampanye (APK) di kisaran Rp8,8 miliar.
Di tempat yang sama, Sandi mengaku kecewa dengan sistem aplikasi dana kampanye (sidakam) milik KPU yang tidak bisa digunakan alias rusak. BPN sebenarnya sudah memanfaatkan sistem pelaporan dana kampanye sejak Agustus lalu. Sekalipun tidak diminta, BPN selalu aktif melaporkan dana kampanye di seluruh Indonesia.
Namun, sistem pelaporan tersebut belakangan mengalami kerusakan. Aplikasi sidakam tidak dapat digunakan. Tentu saja, kondisi itu merugikan BPN karena mereka harus mengumpulkan laporan secara manual. Itu dilakukan sejak tiga hari terakhir. Alasan itulah yang digunakan Sandiaga mengapa pihaknya baru kemarin menyetorkan LPPDK.(bin/c9/agm)