POLITIK

Penyadapan Wajib Izin Pengadilan

Politik | Kamis, 27 Juli 2017 - 11:04 WIB

Penyadapan Wajib Izin Pengadilan
Harkristuti Harkrisnowo

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme bersama pemerintah menyepakati sejumlah pasal terkait dengan penyadapan. Di antaranya, penyadapan harus mendapat izin dari pengadilan negeri setempat. Kecuali dalam keadaan mendesak, penyadapan bisa dilakukan lebih awal sebelum mengajukan izin.

‘’Penyadapan harus diawali dengan dua alat bukti permulaan yang cukup,’’ kata tim ahli pemerintah terkait dengan Revisi UU Terorisme Harkristuti Harkrisnowo kemarin. Setelah dua alat bukti permulaan terkumpul, izin bisa dikeluarkan oleh ketua pengadilan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM itu menjelaskan, pasal penyadapan Revisi UU Terorisme juga menjamin kerahasiaan hasil sadap dari penegak hukum. Selain itu, penyadapan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. ‘’Laporan pertanggungjawaban itu tidak terkait dengan isi sadapan. Tapi prosesnya,’’ ujar Harkristuti.

Perkecualian diberikan jika kasus yang didalami dalam kondisi mendesak. Penyidik bisa melakukan penyadapan tanpa harus izin terlebih dahulu. Namun, dalam batas tiga hari setelah penyadapan pertama, penyidik harus mengajukan izin ke pengadilan disertai dengan dua alat bukti. Pertimbangan keadaan mendesak itu di­ambil karena pemberantasan te­rorisme acap kali memerlukan waktu yang cepat dalam penindakan. ‘’Pengadilan yang menentukan nanti go atau stop. Kalau stop, hasilnya tidak bisa digunakan sebagai alat bukti,’’ katanya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook