APBN-P Berpotensi Digagalkan MK

Politik | Minggu, 01 April 2012 - 07:47 WIB

APBN-P Berpotensi Digagalkan MK
Suasana sidang paripurna membahas kenaikan BBM di DPR hampir ricuh, Jumat (30/3/2012) malam. (Foto: JPNN)

JAKARTA (RP) - Kekhawatiran partai oposisi tentang ditambahkannya pasal berisi syarat untuk menaikkan BBM terbukti. Hanya beberapa jam setelah rapat paripurna selesai, berbagai pihak bersiap untuk ‘mengkudeta’ pasal 7 ayat 6 huruf a APBN-P 2012 itu. Gugatan ke Mahkmah Konstitusi (MK) pun disiapkan karena pasal itu dianggap bertentangan.

Yusril Ihza Mahendra, misalnya. Dia mengaku bakal langsung melakukan gugatan ke MK begitu perubahan undang-undang itu disahkan presiden. Menurut mantan Menteri Kehakiman dan HAM era presiden Megawati itu, tambahan huruf a menabrak pasal 33 UUD 1945. ‘’Sudah saya telaah dan menabrak UUD,’’ ujarnya.

Pelanggaran yang dimaksud Yusril adalah, pasal itu bertentangan dengan keputusan MK terhadap pasal 28 UU Migas. Putusan MK menjelaskan kalau harga BBM tak boleh diserahkan pada mekanisme pasar. Yusril menganggap kalau keberadaan pasal baru itu berarti menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar.
Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Seperti diberitakan sebelumnya, sidang paripurna menyepakati penambahan pasal berisi syarat kenaikan BBM. Yakni, Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen, pemerintah boleh menaikkan harga BBM enam bulan ke depan. Namun, oposisi menolak tambahan pasal karena dianggap inskonstitusional.

Saat sidang paripurna berjalan, Fraksi PDIP menganggap pasal itu siluman karena membohongi rakyat. Sebab, BBM pasti naik karena ICP Maret sudah mencapai 126 dolar AS per barel. Disamping itu, tambahan pasal bakal memicu polemik baru di MK karena mudah ditumbangkan saat judicial review.

Nah, Yusril melihat celah besar dari pasal 7 ayat 6 huruf a tersebut. Dia yakin MK bakal membatalkan karena pasal itu mengabaikan kedaulatan rakyat. Disamping itu, dia juga memastikan telah dicederainya asas kepastian hukum dan keadilan. ‘’Saya sedang menyiapkan draf uji formil dan materiilnya,’’ imbuhnya.

Namun, dia mengatakan kalau draf tersebut belum bisa diserahkan dalam waktu dekat. Yang pasti, begitu presiden mengesahkan perubahan undang-undang itulah saat tepat untuk memasukkan gugatan. Legal standing untuk mengajukan perkara tersebut adalah beberapa pengguna BBM bersubsidi yang hak-hak konstitusionalnya dilanggar tambahan pasal itu.

Disamping itu, Yusril juga memastikan sudah memiliki banyak dukungan dari kalangan akademisi maupun pengacara. Untuk pengacara, mantan Mensesneg itu menyebut Dr Irman Putra Sidin, Dr Margarito Kamis, Dr Maqdir Ismail dan Dr Teguh Samudra sebagai pendukungnya. ‘’Untuk ahli ada Professor Natabaya (Guru Besar Tata Negara UI, red),’’ terangnya.

Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin sepakat dengan langkah Yusril untuk melakukan judicial review. Pemerintah dinilai mencari alasan pembenaran rencana menaikkan BBM karena pasal 7 ayat 6 huruf a tidak menyelesaikan polemik. ‘’Uji konstitusional memang perlu dilakukan,’’ terangnya.

Menurutnya, alasan subsidi BBM lebih baik digunakan rakyat miskin daripada rakyat kaya yang memiliki kendaraan juga dinilai tak rasional. Sebab, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan subsidi sesuai pasal 33 UUD 1945. Sedang memelihara fakir miskin adalah kewajiban lain di pasal 34 UUD.

Dua hal berbeda itulah yang seharusnya dilakukan pemerintah secara bersamaan. Bukan karena ingin memelihara fakir miskin dan anak terlantar, lantas subsidi dicabut atau dikurangi. Kalau itu dilakukan, berarti pemerintah tidak menjalankan amanat pasal 33.

Kalaupun kenaikan sudah tak terelakkan lagi, Irman menyarankan presiden untuk memberi pemahaman pada rakyat. Tapi, bukan berarti tak ada taruhannya. Dia menyebut kalau presiden tak hati-hati, jabatannya bisa berhenti sebelum waktunya. ‘’Pasal itu tidak hanya tumpang tindih, tapi komplikasi seperti penyakit,’’ tegasnya.

Sementara itu, MK sendiri tak mempermasalahkan kalau ada yang mau melakukan judicial review. Karena itu sudah menjadi instansinya, dipastikan MK bakal siap memeriksa materi gugatan. ‘’Prinsipnya, silakan untuk melakukan judicial review, tetapi kami tidak bisa mengomentari perkara yang akan masuk ke MK,’’ ujar Juru Bicara MK Akil Mochtar.

Di bagian lain, pihak pemerintah tak mempermasalahkan rencana sejumlah pihak yang akan mengajukan uji materi pasal 7 ayat 6 (a) UU APBNP 2012 ke MK. Menurutnya, dalam UU, MK sudah diatur mengenai legal standing siapa yang bisa mengajukan judicial review.

‘’Saya kira sudah diatur dalam undang-undang MK, tergantung kepada orang yang merasa (dirugikan haknya),’’ kata Menkum HAM Amir Syamsuddin sebelum sidang kabinet di Kantor Presiden, tadi malam. 

Amir tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kesiapan pemerintah menghadapi uji materi tersebut. ‘’Ya intinya kita kan tidak bisa melarang-larang (uji materi di MK),’’ kata mantan sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat itu.(dim/bay/fal/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook