OLEH: JUNAIDI

Mengekalkan Budaya Ramadan

Petuah Ramadan | Jumat, 08 Juni 2018 - 11:36 WIB

Mengekalkan Budaya Ramadan

Ramadan sengaja disediakan Allah SWT bagi umat Islam. Allah SWT sangat sayang kepada hambanya sehingga disediakan bulan khusus untuk melakukan transformasi diri agar kita bertakwa. Berbagai ayat Alquran, hadist, pendapat ulama, dan kisah teladan telah menegaskan pentingnya Ramadan bagi umat Islam. Karena pahala amalan dilipatgandakan dan pintu untuk penyucian diri pun terbuka sebesar-besarnya.

Ramadan biasanya dibagi dalam tiga fase keutamaan. Pada 10 hari pertama dipercayai sebagai masa untuk mendapatkan rahmat, 10 hari kedua dipandang sebagai magfirah atau ampunan, dan 10 hari terakhir dimaknai sebagai pengindaran dari api neraka. Ketiga keutamaan ini sangat penting maknanya bagi manusia sebagai hamba Allah.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dalam beberapa hari ke depan, Ramadan tahun ini akan segera berakhir. Kedatangan Idul Fitri terkadang mengubah pola amalan yang telah kita lakukan pada Ramadan. Pada saat Ramadan kita begitu tekun beramal kepada Allah, tapi setelah Ramadan secara perlahan-lahan kualitas dan kuantitas ibadah cenderung menurun. Padahal secara substantif, amalan kita seharusnya lebih baik setelah Ramadan karena kita telah dilatih secara intensif.

Pemaknaan puasa Ramadan tidak boleh hanya sekadar menjalankan rutinitas seperti menahan lapar, Salat Tarawih, berbuka bersama, sahur dan perayaan Idul Fitri. Dalam puasa terkandung makna yang sangat mendalam untuk kebaikan. Puasa hendaknya dapat meningkatkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Karena itu, kita harus mengekalkan budaya Ramadan ke dalam diri. Agar kita bisa menjaga konsistensi predikat ketakwaan yang dijanjikan Allah SWT setelah menjalankan ibadah puasa. Budaya Ramadan yang kita kekalkan tentu saja budaya yang mendekatkan diri kita Allah SWT.  

Pertama, budaya menahan diri.  Selama Ramadan kita dilatih untuk menahan diri. Saat puasa kita tidak boleh makan dan minum di siang hari. Meskipun ada makanan di depan mata, kita tidak boleh memakannya. Raja Ali Haji dalam Gurindam 12 telah mengingatkan kita untuk menahan diri: Apabila terpelihara mata/Sedikitlah cita-cita/Apabila terpelihara kuping/Khabar yang jahat tiadalah damping/Apabila terpelihara lidah/Niscaya dapat daripadanya faedah/.

Kedua, budaya kualitas. Ibadah yang kita lakukan harus semakin berkualitas. Apalagi setelah Ramadan. Beribadah jangan asalan. Ibadah tidak hanya sebatas ritual untuk menggugurkan kewajiban, tetapi ibadah harus mencapai hakekatnya. Pada Ramadan kualitas dan kuantitas ibadah biasanya meningkat. Janji pahala yang berlipat dalam Ramadan menjadi motivasi dalam memperbanyak dan memperdalam ibadah.

Ketiga, budaya bersih lahir dan bathin. Salah satu pesan penting dalam Ramadan adalah penyucian diri. Bila kita mampu mempertahankan kesucian diri maka tidak akan ada iri hati, dengki, fitnah, kesombongan, kejahatan dan perilaku buruk lainnya. Bila makna penyucian diri dan permintaan maaf dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari maka kita akan menjadi insan yang bersih secara batin.

Keempat, budaya disiplin. Dalam Ramadan kita benar-benar dilatih untuk disiplin dalam menggunakan waktu. Kita sangat patuh dengan waktu. Perhatikanlah pada saat kita berbuka puasa dan sahur. Dalam waktu satu bulan kita juga dilatih untuk memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya agar keutamaan Ramadan dapat diraih. Kedisiplinan sangat penting dalam kehidupan kita di dunia ini. Jangan sampai waktu yang telah diberikan Allah untuk hidup di dunia kita sia-siakan. Kedisiplinan terhadap waktu juga akan menjadi salah satu kunci kesuksesan seseorang dalam menjalankan kehidupan ini. Orang yang tidak menggunakan waktu adalah yang paling merugi sebab waktu itu terus berlalu dan tidak pernah kembali lagi.***

Junaidi, Wakil Rektor Bidang Akademik Unilak









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook