Merdeka…! Eh, Selamat Raye

Pesona Indonesia | Kamis, 16 Agustus 2012 - 09:14 WIB

Berpisah jua kita akhirnya (dari sajak Khairil Anwar). Waktu berjalan bagai dipungkangkan. Melesat, dengan kelajuan yang siapapun tak mampu menahannya.

Rasanya, barulah Pak Anjang dengan kebiasaan hari pertama puasanya berbelanja ke pasar pada hari pertama puasa untuk membeli perlengkapan pecal, dan kini umat Muslim siap-siap untuk melepas kepergian puasa.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dan besok, merupakan salah satu puasa yang istimewa. Di mana bangsa Indonesia merayakan kemerdekaan setelah 67 tahun lalu terbebas dari belenggu penjajahan.

Sebuah kemenangan dan kejayaan dari sebuah perjuangan kerasa seluruh rakyat Indonesia.

‘’Apakah puase tahun ini, kite juge jadi umat yang merdeka… Umat yang berjaye dan menang melawan hawa nafsu setelah hampir sebulan berpuase…!’’ Pak Anjang membatin dalam hati.

Dalam perenungannya itu, ia terus berkemas. Rencanya, usai perayaan 17 Agustus nantik, atau paling tidak lepas lohor, ia akan melakukan kelaziman tiap tahun, pulang kampung. Merayakan Idul Fitri bersama sanak saudara.

Dalam kesibukannya itu, dipandangnya bendera kecil yang tertuntuk di antena radio di kap mobil produksi tahun 76 miliknya. Dari bendera kecil tersebut, kemudian ia mendongakkan kepalanye lebih tinggi, dan terhenti pada bendera yang lebih besar yang berkibar di halaman rumahnya. ‘’Merdeka…!’’ pekiknya dalam hati.

Kemudian, dibukanya pintu mobil. Lalu, tangannya memutar kunci, memanas mesin mobilnya. Setelah hidup, telunjuk tangannya menekan tombol tape mobil. Terdengar suara berderak dari speaker. Dan, ‘’… ‘’…

Perjalanan jauh tak kurasa. Karena hatiku melonjak sama. Ingin berjumpa sanak saudara. Yang selalu bermain di mata… Ooo… balik kampung… Oooo balik kampung… Oooo balik kampung, hati riang…!’’ lagu Sudirman melaung-laung dari mobil Pak Anjang.

Sambil mendengar lagu raya, kaki Pak Anjang menekan-nekan gas mobilnya. ‘’Brummmmm…. Brummm… Brummmm… Pap… pap… pap…!’’ Pak Anjang memainkan gas mobilnya sampai merepet.

‘’Jangan kuat betul gasnye, Bang… Kang tanggal pulak bautnye, tak dapat kite balek…!’’ ujar Latifah dari tingkap.

‘’Jangan ndak mengejek, Pah… Buruk-buruk macam ni, kalau dah balik kampung die termasuk bende langka… Cube Dikau catit, di antara adik beradik Dikau tu, siape yang bermobil… dah tu, di antara adik beradik abang pulak, siape yang bermobil…!’’ lagak Pak Anjang.

‘’Elah, Bang… tapi kebun die orang tu luas… Die orang tu aje tak hendak bermobil… sekali menjual sawit, dapat due setengah macam mobil kite ni, Bang…!’’ cibir Latifah.

‘’Cakap Dikau…!’’ balas Pak Anjang tak jelas. ‘’Yang jelas Pah, kite tak payah berebut membeli tiket. Kalau ade yang bertanye; pakai ape balik Pah, naik sedan pribadi… Kalau ndak berhenti, sesuke hati… Kalau naik travel, kang Dikau tu mabuk, kalau naik mobil sendiri, tidak…!’’

‘’Yelah-yelah Cek Abang oi… Daripade melawan Abang ni, elok Ipah berkemas dulu… Bertetekak dengan Abang ni, tak ade juge gunenye…!’’

‘’Ape Pah…!’’ Pak Anjang pura-pura tak dengar. ‘’Bertekak dengan Abang tak ade gunenya… Jangankan Abang ndak kalah, draw aje tak mau…!’’ ujar Latifah sambil meninggalkan Pak Anjang.

Pak Anjang kembali tercenung dalam kesendiriannya. Lagu demi lagu dari CD mendayu-dayu silih berganti. ‘’…Apakan daya, masa tak akan kembali, hancur musnahlah, semuanya…!’’  suara Pak Anjang parau mengikuti lirik lagu P Ramlee.

Lagu raya satu ni, memang lagu paling digemari oleh Pak Anjang. Waktu awal bersekolah di Bandar dulu, kalau dah dekat raye, tapi belum dapat balik kampung, bisa menitik air mata mendengar lagu ni.

‘’Mak… Abah, kejap lagi orang ndak beraye. Damailah Mak dengan Abah di sane… Sampai waktunye, kami juge akan menyusul…’’ air mata Pak Anjang berlinang, mengingat kedua orang tuanya yang telah tiada.

‘’Merdeka…!’’ bantinnya lagi dalam hati. ‘’Eh, Selamat hari raye ye. Minal aidil walafaizin. Mohon maaf zahir dan batin. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook