PIALA EROPA 2020

Jerman dan Reruntuhan 2018

Perca | Selasa, 15 Juni 2021 - 13:43 WIB

Jerman dan Reruntuhan 2018
Pelatih Jerman, Joachim Low, harus bisa mengelola pemain-pemain multiras yang dimilikinya agar tak menjadi masalah lagi seperti di Piala Dunia 2018. (REUTERS/BILD)

BAGIKAN



BACA JUGA


Catatan Hary B Koriun

JERMAN datang ke Piala Eropa 2020 (2021) ini dengan harapan untuk mengembalikan nama baik. Banyak pendukung Jerman berharap mereka bisa memenangkannya untuk kado terakhir bagi 16 tahun karir Joachim Low menangani Der Panzer.


Rabu (16/6/2021) dini hari Jerman akan bertarung melawan unggulan teratas kejuaraan ini, Prancis. Grup F memang grup paling maut. Selain Jerman dan Prancis, juara bertahan Portugal juga berada di sini. Dengan menafikan Hongaria yang mungkin dianggap sebagai pelengkap, menunggu siapa yang tersingkir di babak awal antara Prancis, Jerman, atau Portugal sangat menarik. Mungkin masih ada kesempatan untuk posisi runner-up terbaik, tetapi juga harus melihat hasil di grup lain.

Jerman selalu menjadi unggulan dalam kejuaraan major apa pun yang diikutinya. Namun hal itu tak selalu membuat mereka merasa bahagia. Setelah sukses meraih gelar Piala Dunia 2014 di Brazil, dua tahun kemudian mereka masih lumayan mampu lolos ke semifinal Piala Eropa 2016 di Prancis. Dianggap kalah terhormat dari tuan rumah. Dengan komposisi pemain yang nyaris sama dengan di Prancis, Low dan pasukannya datang ke Rusia dengan hati riang.

Namun, di sinilah Jerman memperlihatkan masalah internalnya yang kemudian menjadi makanan publik. Ada persoalan multidimensional dalam tim  yang tak hanya persoalan sepakbola, tetapi merambat ke persoalan politik dan ras. Bara itu sebenarnya sudah muncul jauh sebelumnya, namun meledak pada momen ketika Low tidak membawa Leroy Sane. Low tak bisa menjelaskan alasan Sane tak dibawa dengan objektif. Padahal ketika itu, peforma sang pemain sedang apik di Manchester City.

Jeman pecah di dalam. Ada beberapa blok pemain yang membuat mereka bermain seperti tanpa satu kesatuan. Blok pemain keturunan yang protes keras tentang mengapa Sane tak dipanggil. Mereka yang masuk dalam blok ini adalah Mesut Ozil, Sami Khedira, Ilkay Gundogan, Antonio Rudiger, dan Jerome Boateng. Mereka hanya meminta ada kesetaraan ras, karena masalah Sane ini berkembang hingga persoalan ras tersebut.

Masalah lain yang muncul, kelompok pemain keturunan ini plus beberapa pemain lainnya protes dengan pilihan Low terhadap kiper Manuel Neur yang langsung dijadikan kiper utama sekaligus kapten. Padahal, Neuer lama mengalami cedera dan tak memberikan kontribusi saat babak kualifikasi. Mereka membangun solidaritas untuk Marc-André ter Stegen yang berjibaku di kualifikasi namun tetap menjadi cadangan.

Kondisi perkuat dengan fakta buruknya penampilan Neuer, terutama saat kalah 0-1 dari Meksiko dan digelontor dua gol tanpa balas oleh Korea Selatan yang membuat Jerman tersingkir di babak awal sebagai juru kunci Grup F. Menurut mereka, memilih seorang kiper yang lama tak bermain, adalah sebuah skandal karena dianggap kehilangan insting dan reflek –meski sebenarnya Neuer banyak melakukan penyelamatan juga.

Para pemain asli Jerman tak terima dengan tuduhan Ozil dkk. Menurut mereka, sudah bukan zamannya lagi membawa persoalan etnis dalam tim Jerman. Sebab, setelah Partai Nazi dilarang di Jerman, siapa pun yang ber-KTP Jerman adalah orang Jerman dan harus dihargai haknya sebagai orang Jerman. Salah satu pemain senior, Toni Kroos, yang mengatakan itu. Kroos menganggap Ozil dkk berlaku kekanak-kanakan. Menurutnya, membawa masalah kegagalan Jerman ke ranah rasial dianggap tidak patut dan berlebihan.

“Sejak lama tim Jerman diperkuat pemain-pemain kulit berwarna, etnis pendatang, dan semuanya kita rasakan dengan semangat kesetaraan. Menghembuskan persoalan ini dengan masalah rasial menurut saya sangat kekanakan,” jelas gelandang Real Madrid itu, saat itu.

Perpecahan di tubuh Jerman ini kemudian menimbulkan spekulasi bahwa Low akan meletakkan jabatan setelah kejuaraan, atau dipecat. Namun ternyata bukan keduanya. Low tetap dipercaya mengendalikan Die Mannschaft untuk persiapan kualifikasi Piala Eropa 2020. Low kemudian mengambil pilihan dengan mempensiunkan beberapa pemain senior dari tim Jerman. Mereka antara lain Thomas Muller, Boateng dan Mats Hummels.

Sementara itu, karena pertikaian yang keras dengan rekan-rekannya di tim Jerman itu, Ozil memilih gantung sepatu dari timnas. Menurutnya, jika persoalan-persoalan yang terjadi di timnas selama di Rusia tidak diperbaiki, Jerman akan terus menghadapi masalah di kejuaraan-kejuaraan peting yang diikutinya. Sebab, mau tidak mau, suka tidak suka, akan tetap ada banyak pemain keturunan yang bermain baik di klub-klub yang pantas bermain di timnas. Dan menurutnya, pelatih yang adil harus mengakomodasi mereka tanpa melihat latar dan asal-usul.

Kini, dengan alasan kebutuhan tim dan tetap konsistennya mereka di kompetisi, Low memanggil kembali Muller dan Hummels untuk “membimbing” para pemain muda di posnya masing-masing. Low seakan memberi jawaban atas keinginan sebagian masyarakat Jerman yang menginginkan mereka kembali dalam tim meski tak ikut berjibaku di babak kualifikasi. Low menganggap kehadiran mereka sangat penting bagi Jerman dalam langkah awal lolos dari penyisihan grup ini.

Low sadar, dengan megah dan dalamnya skuad yang dimiliki Prancis dan Portugal, maka memanggil pemain-pemain berpengalaman yang masih tokcer di kompetisi adalah salah satu cara mengantisipasinya. Low juga membawa Sane yang dianggap menjadi akar permasalahan dalam tim di 2018.

Jika berhasil lolos dari neraka Grup F, Jerman punya peluang besar untuk meneruskan langkah lebih jauh. Kuncinya adalah pertarungan melawan Prancis yang akan menjelaskan di mana letak kelemahan dan kekurangan Jerman nanti. Dengan banyaknya pemain muda dan keterbatasan pengalaman di kejuaraan major yang dibawa, Low tetap punya kans terhadap skuad intinya yang tetap diisi oleh pemain-pemain berpengalaman seperti Kroos, Joshua Kimmick, Leon Goretska, Hummels, Neuer, Rudiger, atau Timo Werner. Dengan komposisi pemain-pemain seperti ini, mestinya Jerman bisa bertarung seimbang melawan Prancis dan Portugal.***

 

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook