RIAUPOS.CO - Hulu Sungai Riau kembali riuh. Pukulan kompang Gubernur Kepri Muhammad Sani menandai keriuhan bertajuk Festival Sungai Carang 2014 yang dimulai hari ini. Festival yang disempenakan dengan hari jadi ke-230 Kota Tanjungpinang itu akan dibuka dengan pawai sejarah, menapak tilasi aliran hulu sungai Riau, tempat awal mula Riau ada.
Festival Sungai Carang 2014 merupakan keriuhan kedua, setelah keriuhan pertama yang berlangsung 341 tahun yang lalu. Saat itu, pada tahun 1672, Laksamana Johor Tun Abdul Jamil dititahkan untuk membangun sebuah negeri oleh Sultan Abdul Jalil Syah. Maka Tun Abdul Jamil pun berlayar hingga ke Bintan, dan membuka kesultanan baru di Sungai Carang. Tidak hanya sekadar membangun kesultanan, Tun Abdul Jamil juga berhasil menyulap hulu sungai yang semula lengang, menjadi bandar dagang yang membuat banyak kapal dagang dari segara penjuru berlabuh di sana. Saking riuhnya bandar dagang tersebut, para pedagang menamai Sungai Carang sebagai ‘riuh’, hingga menjadi Riau yang dikenal sekarang.
Keriuahan macam itu yang akan dimulai pada pagi ini. Sebelum pawai menapak tilas sejarah dimulai, akan diperdengarkan gemuruh tabuh kompang oleh 230 siswa yang akan berbaris memanjang di atas Jembatan Engku Puteri. Lalu, sebagai tanda kehormatan, tetua adat dari Lembaga Adat Melayu akan menaburkan beras kunyit ke arah perahu yang sudah berbaris memanjang. Penaburan ini dilakukan di sela-sela 230 siswa menabuh kompang seraya membacakan barzanzi.
Sementara di bawah jembatan, akan ada satu replika perahu perang bertipe penjajab bernamakan Bulang Linggi, yang akan memimpin pawai perahu hias 10 kampung yang berada di sepanjang hulu sungai Riau. Bulang Linggi sendiri merupakan penjajab perang yang digunakan Yang Dipertuan Muda IV Riau Lingga Raja Haji Fisabilillah untuk menumpas Belanda. Nantinya, orang nomor satu di Kepri, Gubernur Sani akan memimpin pawai sejarah itu dengan menaiki replika Bulang Linggi.
Di belakangnya, akan ada 10 perahu hias dari 10 kampung di sepanjang hulu sungai Riau. Tidak sekadar melintas, di atas kesepuluh perahu itu akan ada penabuhan kompang dan pembacaan barzanzi oleh 23 warga kampung. Bila dikalikan dengan jumlah perahu hias, maka serupa dengan usia Kota Tanjungpinang. Sepanjang pawai yang bermula dari dermaga Jembatan Engku Puteri sampai dermaga Pelabuhan Sri Bintan Pura, tetabuh kompang dan lelantun barzanzi itu tak putus-putus. Ini, seperti yang diceritakan Aswandi, merupakan rekontruksi sejarah. “Setiap perang, Raja Haji Fisabilillah selalu diiringi oleh pembacaan barzanzi,” kata Aswandi.
Setelah deretan 10 perahu hias dari 10 kampung, disusul lagi rombongan pawai kedua yang berisikan 23 perahu hias dari pihak-pihak pendukungfestival. Uniknya, ke-23 perahu ini tidak hanya dihias dan beri nomor urut saja. Melainkan, juga dinamai dengan nama-nama tokoh berpengaruh dalam senarai sejarah panjang kesultanan Riau-Lingga.
Seperti Raja Haji Fisabilillah, nama perahu Dispar Tanjungpinang, Sultan Mahmud Riayatsyah, milik Pemkab Lingga, Laksamana Tun Abdul Jamil milik Batam Pos, dan 20 perahu lain dengan nama berbeda-beda. Tidak cukup diberi nama, di bawah tulisannya juga dibubuhi riwayat singkat tokoh-tokoh tersebut.
Lalu barisan pawai disusul dengan 1 buah perahu hias yang membawa 230 butir telur di atas 10 dulang pulut kuning. Dulang-dulang itu akan dikawal 44 mahasiswa yang manjadi simbol generasi muda yang akan membangun masa depan. Sedangkan pulut kuning, bagi masyarakat Melayu, adalah simbol harapan, doa, dan rasa syukur. Nantinya, sesampai di dermaga Sri Bintan Pura, kesepuluh dulang ini akan diserahkan kepada masing-masing perwakilan dari 10 kampung. Ini juga simbol harapan dan kesetiaan untuk bersama-sama menjaga nilai-nilai budaya dan situs sejarah yang ada di sepanjang hulu sungai Riau.
Setiba di dermaga Sri Bintan Pura, rombongan Gubernur Sani dan petinggi negeri lainnya akan disambut dengan atraksi silat tradisional Melayu. Kemudian, rombongan itu akan diarak menuju Gedung Daerah dengan menyusuri barisan 230 bunga manggar yang dibawa oleh 230 siswa berbusana Melayu di sepanjang jalan menuju Gedung Daerah.
Sementara itu, di Pelataran Anjung Cahaya, sudah digelar tiga iven sekaligus. Yakni, pameran foto dan peninggalan sejarah emporium Melayu Riau-Lingga yang ditaja Aswandi Syahri, pameran foto eksotisme Sungai Carang yang ditaja Dispar Kepri, dan festival juadah tradisional Melayu, hasil olahan masyarakat 10 kampung di sepanjang hulu sungai Riau.
Menjelang senja, akan ada suguhan megah di Gedung Daerah. Husnizar bersama tim kreatifnya akan menampilkan Tari Semah yang diadaptasi dari kisah percintaan Raja Jafar dan Tengku Buntat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi. Pada suguhan ini, Husnizar akan menampilkan Eko Supriyanto, penari latar penyanyi Madonna, yang akan berperan sebagai Raja Jafar. “Konsep tariannya menarik,” kata Eko kepada Batam Pos.
Sudahkah keriuhan ini berhenti?
Belum! Sebab, usai isya, masyarakat Tanjungpinang akan disuguhkan panggung kesenian, pesta 230 lampu colok, dan parade batik gonggong di pelataran Anjung Cahaya yang ditaja Disparekraf Tanjungpinang. Kemudian massa akan diarak lagi menuju Gedung Daerah. Di sana, juga akan ada panggung kesenian hingga detik-detik menjelang pergantian tahun. Sebagai puncak perayaan, Dispar Kepri sudah menyiapkan 5000 lentera yang akan dibagikan gratis kepada setiap pengunjung. Nantinya, ribuan lentera itu akan dilepas bersamaan dengan hitungan detik pergantian tahun.
“Ini adalah iven hasil perselingkuhan Batam Pos Grup, Pemprov Kepri, dan Pemko Tanjungpinang. Jadi, segala persiapan sudah matang, dan akan selalu dikenang,” kata Kadis Pariwisata Kepri Guntur Sakti. (cr8/bp/rpg)