Walaupun uji kompetensi diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi di daerah bersama dengan lembaga profesi tapi tetap harus diawasi. Pengawasan dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi karena dia harus mendapat sertifikat kompetensi.
Nasir menyebutkan, untuk tahun ini, uji kompetensi belum dilakukan perguruan tinggi. Sebab, masih menunggu Permenristekdikti baru. Namun, perguruan tinggi sudah bisa meluluskan mahasiswanya.
"Yang sudah lulus silakan diwisuda. Uji kompetensi nanti kalau sudah diperbaiki aturannya. Kemarin peraturan secara nasional harus kami tarik dan diubah. Uji kompetensi tidak dilakukan secara nasional, tapi di daerah. Namun, menggunakan standar nasional," jelasnya.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa dan dosen dari berbagai Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) maupun perguruan tinggi yang memiliki program studi (prodi) kesehatan melakukan aksi damai di DPR RI, Senin (18/3/2019).
Aksi yang dimulai sejak pukul 08.00 WIB ini menuntut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan dicabut.
Menurut Sekjen Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (HPTKes Indonesia) Gunarmi, Permenristekdikti itu berdampak luas. Di mana ada 300 ribu sarjana kesehatan (perawat, bidan, nurse) jadi pengangguran karena tidak lulus uji kompentensi yang dilakukan panitia seleksi nasional. Padahal sebelumnya, lulusan sarjana kesehatan bisa bekerja dan buka praktik sendiri.