Cegah Kebosanan Anak, Guru Dituntut Kreatif

Pendidikan | Sabtu, 25 Februari 2023 - 19:16 WIB

Cegah Kebosanan Anak, Guru Dituntut Kreatif
Sejumlah pelajar di SMP Negeri 4 Padang bermain sepakbola di halaman sekolah, beberapa hari lalu. SMP ini salah satu sekolah yang telah menerapkan program full day school. (SUYUDI ADRI PRATAMA/PADEK)

BAGIKAN



BACA JUGA


PADANG (RIAUPOS.CO) -- Salah satu yang bakal menjadi tantangan dalam proses belajar mengajar dalam sistem full day school adalah mengatasi kejenuhan dan kelelahan. Baik, terhadap murid maupun guru.

Makanya, butuh kreativitas dalam menjalankannya. Menurut psikolog Rezka Masturah, guru harus menyiapkan materi pembelajaran dengan sedemikian rupa.


"Kalau dari sisi anak tentu juga bisa lelah, kalau sudah lelah konsentrasinya bisa menurun. Fokusnya juga sudah berkurang. Akhirnya, pelajaran (yang bisa dipahami) pun menjadi tidak optimal," ujarnya kepada Padang Ekspres (Riau Pos Group), beberapa waktu lalu.

Dia mengungkapkan, ada keterbatasan waktu terhadap seseorang dalam menerima pelajaran secara optimal. "Anak usia 10 tahun maupun usia di atas itu hingga SMA, hanya mampu berajar efektif dan optimal itu dalam waktu 30 menit, tapi kalau sudah lewat dari itu pelajaran yang diberikan tidak akan terserap secara maksimal," tuturnya.

Nah, salah satu hal yang bisa diberikan para guru untuk mengatasi persoalan ini adalah melakukan ice breaking. Intinya, menciptakan suasana yang menghibur sehingga anak jadi tidak bosan dan tetap bisa fokus belajar.

Dia pun mengingatkan, yang lebih penting dalam kebijakan ini adalah bukan lama atau panjangnya durasi belajar. Namun, bagaimana pembelajaran tetap bisa berlangsung secara optimal.

"Orangtua dan guru harus saling berkoordinasi dan bersinergi agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik. Kemudian, penting juga diingat bahwa harus ada evaluasi secara berkala oleh pemerintah untuk bahan pertimbangan kebijakan pendidikan selanjutnya," paparnya.

Rezka Masturah juga mengingatkan, dengan sistem full day school ini waktu libur diakhir pekan, harus benar-benar bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh para murid. Sebab, dengan banyak waktu yang dihabiskan di sekolah, otomatis waktu anak untuk berinteraksi dengan orang yang di rumah seperti keluarga dan lingkungan masyarakat menjadi lebih sedikit.

Jika full day school mulai Senin-Jumat, berarti Sabtu dan Ahad anak-anak harus memanfaatkan waktu tersebut untuk kegiatan bermanfaat di lingkungan rumah. "Karena di sekolah lebih banyak pembelajaran yang bersifat teori, jadi untuk aplikasi dalam kehidupan sehari-hari memang harus dibantu dari lingkungan orangtua di rumah," ujarnya.

Sosiolog Delmira Syafrini berpendapat, jika memang kebijakan tersebut bakal diterapkan secara permanen, maka harus jelas evaluasi yang dilakukan pemerintah. Harus jelas juga kepastian dalam pembelajaran yang diberikan pihak sekolah.

Menurutnya, secara sosiologis wajar jika terjadi penolakan dari orangtua terkait penerapan kebijakan tersebut. Sebab, kekhawatiran dari kebijakan itu adalah keefektifan dalam pembelajaran dipertanyakan kembali hasilnya oleh orangtua dari siswa-siswa tersebut.

"Karena anak kan seharian di sekolah. Pastinya orangtua khawatir anaknya kelelahan. Sehingga, pembelajaran yang diterima pun jadi tidak efektif. Hanya saja, positifnya kebijakan ini yaitu bisa mengontrol anak di bawah pantauan sekolah," sebut akademisi dari Universitas Negeri Padang ini.

Kebijakan full day school ini, katanya, tantangan bagi setiap guru dan pihak sekolah. Jadi, harus benar-benar memiliki kreativitas untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan anak ketika seharian di sekolah. Sebab, anak SMP adalah usia anak yang harus mengepresikan diri mereka, dan masih butuh teman sebaya dan bermain di luar.

"Nah ketika mereka berada di dalam sekolah seharian, akan menguras energi dan juga pikiran mereka. Inilah tantangan bagi pihak sekolah harus bisa semaksimal mungkin menciptakan metode pembelajaran yang menarik perhatian anak. Hingga tidak merasa bosan di sekolah. Ini pun harus ada evaluasi berkala oleh dinas pendidikan terkait hasilnya," jelasnya.

Selama ini, sambungnya, selain belajar di sekolah, anak-anak juga kebanyakan mencari ilmu lagi di luar dengan cara mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Maka dari itu, program ini pun harus dipastikan berjalan efektif dan optimal bagi siswa.

"Jangan sampai sudah seharian di sekolah, pas hari Sabtunya tetap harus ikut bimbel. Karena pasti ini akan menguras energi anak itu sendiri. Namun, jika mampu dipastikan efektif, tentu program ini baik bagi siswa dan siswi," ujarnya.

Ia pun menegaskan dalam mewujudkan program itu berjalan baik, pemerintah pun harus memastikan apakah guru-guru di sekolah tersebut sudah siap memberikan kualitas terbaik terhadap siswa.

Sumber: Padek.co
Editor: Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook