Warga-Aparat Bentrok di Batam

Pendidikan | Kamis, 24 Oktober 2013 - 10:35 WIB

Warga-Aparat Bentrok di Batam

BATAM (RP) - Aksi unjuk rasa ribuan warga Kampung Tua Tanjung Uma di gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam berakhir bentrok dengan aparat keamanan, Rabu (23/10).

Akibatnya, satu anggota polisi dan beberapa warga terluka saat demo yang juga diwarnai pelemparan batu dan benda lainnya itu. Bentrokan terjadi akibat kebuntuan (deadlock) dalam rapat pembahasan tuntutan warga terkait legalitas lahan Kampuang Tua Tanjung Uma.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Rapat tersebut diikuti perwakilan warga Tanjung Uma, Gubernur Kepulauan Riau HM Sani, Kapolda Kepri Brigjen Pol Drs Endjang Sudrajat, Danrem 033/WP Letkol (Arh) Harvin Kidingallo, Wakil Wali Kota Batam Rudi SE dan sejumlah Muspida lainnya di kantor BP Batam.

Ribuan massa yang semula berkumpul di depan kantor BP Batam marah lantaran tuntutan pengesahan dan pengukuran ulang lahan Kampung Tua Tanjung Uma dan 32 titik Kampung Tua lainnya di Kota Batam belum membuahkan hasil.

Kericuhan terjadi saat tokoh masyarakat Tanjung Uma Haji Raja Harum mengumumkan melalui pengeras suara jika pertemuan itu belum membuahkan hasil.

Massa mengamuk, mencoba menembus barikade pagar kawat dan pagar betis anggota polisi dan TNI. Saling serang dan dorong-mendorong pun tak terelakan.

Lemparan batu dan kayu dari luar pagar kantor berterbangan ke dalam gedung BP Batam. Massa terbagi dalam dua kelompok.

Satu kelompok persis di pintu masuk kantor BP Batam dan satu lagi pintu samping dekat kantor Pos Indonesia. Kaca dan lantai tembok kantor BP di bagian samping luluh lantak diserang massa.

Polisi gabungan dari Polda Kepri, Jambi, Palembang dan Jakarta, langsung membalas amukan massa dengan tembakan gas air mata dan siraman water cannon.

Suasana kian mencekam. Massa unjuk rasa mundur perlahan sambil terus melepaskan lemparan batu dan kayu ke arah barikade polisi. Ketegangan itu berlangsung sekitar satu jam. Polisi dan TNI berhasil memukul mundur pengunjuk rasa dari lokasi gedung BP kawasan.

Dalam Insiden itu ada beberapa orang jadi korban di antaranya satu orang anggota polisi Polresta Barelang dan beberapa warga kampung Tua Tanjung Uma yang melakukan aksi.

Korban berjatuhan saat polisi menembusi kerumunan massa untuk membubarkan masa. Satu orang polisi terkena lemparan batu.

Beberapa orang dari massa unjuk rasa juga terluka dan diamanakan polisi termasuk Arjun salah satu warga Tanjung Uma yang mengalami patah tulang rusuk karena dipukul mundur oleh pihak keamanan. Arjun oleh perintah Kapolresta dan Wawako Batam langsung dilarikan ke rumah sakit Harapan Bunda.

Raja Harum kepada Wawako dan Kapolresta Barelang meminta agar warganya yang diamankan polisi agar tidak ditahan. Permintaan itu dipenuhi Kapolresta yang berjanji tidak akan menahan siapapun asalkan massa Kampung Tua Tanjung Uma bubar dan tidak anarkis lagi.

‘’Itu wewenang saya, saya pastikan tak ada yang ditahan. Tapi saya minta massa segera bubar sambil menunggu keputusan perundingan di atas (di dalam gedung, red),’’ ujar Karyoto.

Rudi yang berada di lokasi keributan itu mengatakan akan membiayai biaya pengobatan Arjun yang dilarikan ke rumah sakit.

Menurut Raja Harum, memang sampai kemarin siang belum ada hasil dari perundingan tersebut. Gubernur Kepri belum mendapatkan hasil dari perundingan itu, namun Gubernur berjanji akan memperjuangkan tuntutan warga kampung sampai tuntas dalam waktu dekat ini.

Hal ini dibenarkan oleh Kapolda Kepri Brigjen Pol Drs Endjang Sudrajat yang mengatakan kericuhan itu terjadi karena belum ada keputusan pasti dari pertemuan kemarin.

‘’Sebenarnya perundingan masih berlangsung, cuman massa ini tak sabaran. Gubernur belum menemukan kesepakatan perundingan jadi apa yang mau disampaikan ke mereka,’’ kata Endjang.

Pertokoan Tutup Lebih Cepat

Buntut rusuh warga Tanjung Uma dengan aparat keamanan di depan kantor BP Kawasan, Rabu (23/10) siang, ratusan pemilik toko di bilangan Batam Centre memilih tutup lebih awal dari hari biasanya.

Mereka takut terkena dampak dari massa yang kocar-kacir dikejar aparat. Rusuh ini mengingatkan warga seperti kerusuhan saat reformasi dan demo buruh yang berakhir rusuh di Pemko Batam pada 2011 lalu.

‘’Kami takut kena lemparan dari pendemo. Karena kalau sudah begitu tidak ada yang bisa diminta pertanggungjawabannya seperti tahun 2011 lalu di Pemko Batam,’’ kata Ita, salah seorang pemilik toko di bilangan Ruko Air Mas.

Kondisi itu dilakukan meskipun kerugian akibat tidak beroperasi. ‘’Tadi kita dengar dari kawan-kawan katanya ada mobil yang ikut dibakar. Kami trauma ingat tahun 1998 dulu, waktu reformasi,’’ timpal Haris pemilik warnet di sana.

Pantauan RPG di lapangan, hampir semua toko bahkan Mal Mymart memilih tutup untuk sementara hingga situasi mulai kondusif lagi. Pedagang juga lebih memilih pulang ke rumah dari pada jadi sasaran amuk orang tak dikenal.

Kantor Pos Cabang Batam yang bersebelahan dangan kantor BP Batam, terkena imbas bentrokan masa yang berunjuk rasa, Kemarin (23/10) siang.

Massa yang berunjuk rasa saat itu dipukul mundur oleh polisi dan akhirnya melempar batu hingga melayang ke lantai dua Kantor Pos dan mengenai kaca.

Kepala Cabang Kantor Pos Batam Dodik Budiantono yang juga berada di kantor saat kejadian langsung menghentikan operasional kantor.

Semua pengunjung disuruh pulang bisa mengancam keselamatan mereka. Kantor Pos langsung ditutup dan karyawan diamankan di dalam gedung Kantor Pos.

Selain kaca lantai dua yang pecah, kondisi di depan Kantor Pos pun tampak rusak, seperti kaca Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang berada di samping Kantor Pos pun pecah.

‘’Saya menghentikan kegiatan kantor tepat saat rusuh itu, dan mengamankan karyawan di dalam kantor. Semua karyawan selamat, dan mereka juga sudah siap sebelumnya dengan informasi mengenai unjuk rasa itu,’’ ujar Dodik.

BP Bahas Ulang

Direktur PTSP dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho mengatakan hingga saat ini belum ada keputusan terkait Kampung Tua Tanjung Uma. Ia mengatakan pihak BP Batam akan kembali melakukan pembahasan dengan sejumlah pihak terkait.

Menurut Djoko, Gubernur Kepri HM Sani meminta BP Batam untuk menyiapkan beberapa opsi yang akan ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ditanya mengenai opsi yang akan dipilih, Djoko tidak mau berkomentar. ‘’Gubernur meminta untuk mengambil beberapa opsi, tetapi opsi belum disiapkan,’’ katanya.

Djoko tidak mau berkomentar banyak terkait aksi ricuh demonstrasi yang terjadi di depan gedung BP Batam. ‘’Kalau untuk itu no comment dululah,’’ katanya.

Djoko mengatakan dalam waktu dekat ini, Gubernur HM Sani kemungkinan akan kembali melakukan pertemuan dengan warga Tanjung Uma. ‘’Mungkin Gubernur akan ke Tanjung Uma. Untuk jelasnya tanya Pak Gubernur saja,’’ katanya.

Tidak Akan Menyerah

Menelusuri jejak asal muasal budaya Melayu Batam, tentu tidak lepas dari kehadiran Kampung Tua Tanjunguma yang terletak di Jodoh. Masyarakatnya walaupun heterogen dan merupakan kombinasi antara pendatang dengan orang lama, tetapi mampu berbaur dan berkomunikasi memakai aksen Melayu yang kental sekaligus bisa hidup rukun dan damai.

‘’Kampung Tua Tanjung Uma merupakan kampung tua pertama di Batam. Bahkan sebelum BP Batam ada. Masyarakat di sini eksis dengan mata pencariannya sebagai nelayan,’’ kata Fatan, salah seorang warga yang sudah 23 tahun tinggal di Tanjunguma.

Tetapi kedamaian itu tidak berlangsung lama di kampung nelayan ini, semenjak PT CDHA mengklaim telah memiliki lahan di Tanjung Uma yang dialokasikan secara langsung oleh BP Batam. ‘’Tidak pernah ada warga Tanjung Uma yang menjual lahan kami ke PT CDHA. Tapi tiba-tiba mereka muncul dan mulai memasang pagar besi karena telah mendapat izin dari BP Batam,’’ sambung Fatan.

Masalah ini memang terjadi karena tidak ada kepastian yang tepat mengenai luas Tanjung Uma. Menurut perwakilan masyarakat yang ditunjuk Rumpun Khazanah Warisan Batam (RKWB) menyebutkan angka 108 hektare, Pemko Batam mengatakan 55,8 hektare, sementara BP Batam menegaskan angka 24 hektare.

‘’Di angka tersebut yang jadi masalah sebenarnya, sehingga BP Batam tega menjual lahan kami hanya untuk kepentingan komersil semata,’’ ujar Fatan.

Menyangkut perundingan yang ditunda sampai sepekan mengenai pemberian legalisasi kepada Kampung Tua Tanjung Uma, menurut Fatan hal tersebut hanya sekadar alasan yang dibuat-buat untuk menunda-nunda keputusan sampai para pengunjuk rasa menjadi bosan dan menyerah.

‘’Tapi kami tidak akan pernah menyerah, kami semua akan berjuang sampai legalisasi tersebut kami dapatkan. Karena kami besar, mencari nafkah, berkeluarga dan matipun di sini,’’ pungkas Fatan mengakhiri pembicaraan.(cr2/cr5/eja/ian/thr/rpg/esi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook