Tanjungpinang Diimpikan seperti Melaka

Pendidikan | Kamis, 24 Oktober 2013 - 09:24 WIB

Tanjungpinang Diimpikan seperti Melaka
PAPARKAN GAGASAN: Chairman Riau Pos group, Rida K Liamsi (kanan) didampingi Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah memaparkan ide gagasannya untuk menggelar festival Sungai Carang sebagai tempat bersejarah di tanah Melayu, di Hotel Aston Tanjungpinang, Selasa malam (22/10/2013). Foto: Wijaya Satria/RPG

TANJUNGPINANG (RP) - Budayawan Melayu yang juga Chairman Riau Pos Group, Rida K Liamsi memimpikan Ibu Kota Provinsi Kepri, Tanjungpinang, seperti Melaka yang dirancang tampil elegan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi yang berkunjung. Untuk itu ia merancang sebuah gagasan brilian tentang Festival Sungai Carang.

Kelak nantinya FSC tersebut akan menjadi ikon baru Tanjungpinang yang akan terus digelar secara anual bertepatan hari jadi Tanjungpinang.             

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hal itu disampaikannya dalam pertemuan istimewa bersama Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, di Ballroom Hotel Aston Tanjungpinang, Selasa (22/10) malam.

Dalam pertemuan tersebut juga dihadiri oleh, Kepala Dinas Pariwata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Kota Tanjungpinang, Efiar M Amin, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang, Dadang HZ, Kepala Dinas Pariwisita Provinsi Kepri, Guntur Sakti, Wakil Direktur Batam Pos, Socrates, GM Batam Pos, Hasan Aspahani, Sejarahwan Kepri, Aswandi Syahri, serta perwakilan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri.

Rida memaparkan, bahagian sejarah paling penting yang erat kaitannya dengan hari lahir Tanjungpinang itu adalah tidak terlepas dari peran penting Sungai Carang sebagai urat nadi dan jalan perang pada masa Kerajaan Riau dalam mempertahankan kerajaan itu dari serangan VOC dalam Perang Riau 1782-1784, yang bermula dari hulu sungai dan Istana Kota Piring di Beram Dewa sebagai pusat komando perang, sampai ke Tanjung Buntung, yang menjadi benteng pertahanan yang menghancurkan armada perang VOC.

Jalan perang yang melalui Sungai Carang, adalah jalan sejarah, jalan kerajaan Melayu Riau dalam membangun kebesaran dan kemegahannya, tempat Kota Tanjupinang tumbuh dan berkembang.

Karena itu posisi dan peran sejarahnya harus senantiasa tersimpan dalam ingatan siapapun kini di Kepulauan Riau, khususnya Tanjungpinang

Ditegaskannya, kenangan akan peran Sungai Carang ini hanya akan terus hidup, jika setiap tahun, pada saat perayaan hari jadi Tanjungpinang ada kegiatan yang dapat membuat Sungai Carang menjadi pusat kegiatan agar ingatan itu terpelihara.

Dan kegiatan ini harus jadi  ikonnya hari jadi Tanjungpinang, agar niat untuk memelihara warisan sejarah, serta mengelola Sungai Carang sebagai aset  sejarah dan wisata.

‘’Hari jadi Tanjungpinang yang ke-230 ini bagus untuk jadi pancang bermula ingatan tentang peran Sungai Carang ini dimulai, karena selain secara psikologis angkanya menarik dan mudah diingat dan di-branding, juga sejalan dengan visi dan misi Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu,’’ papar Rida pada pertemuan tersebut.

Dikatakannya, untuk menyegarkan ingatan akan pentingnya peran Sungai Carang pada waktu dulu salah satu cara terbaik adalah dalam bentuk festival, karena dapat dilakukan berbagai upaya untuk menjadikannya sebagai kemeriahan publik, mudah di-branding, dan mudah dikemas dalam paket wisata budaya.

Dijelasnnya, pekan FSC yang dikemas dalam warna dan tradisi Melayu Kepulauan Riau itu bisa diisi dengan berbagai rangkaian kegiatan seperti, pawai budaya di Sungai Carang, pesta kesenian rakyat, bazar kuliner dan pakaian tradisional Melayu.

Ia sangat mengharapkan Tanjungpinang ini bisa seperti Kota Melaka yang senantiasa menjaga kebesaran sejarahnya. Sehingga kini daerah tersebut menjadi salah satu destinasi wisata yang ramai dikunjungi.

‘’Tanjungpinang tentunya bisa melakukan demikian, karena memiliki banyak kesamaan. Kebesaran sejarah yang ada di Tanjungpinang juga menjadi salah satu potensi. Tinggal bagaimana kita mengemas supaya Tanjungpinang ini tampi lebih elegan dan tak dilupakan,’’ paparnya lagi.

Dalam pikirinnya yang dituangkan pada konsep FSC ini, untuk lebih menarik juga bisa dilaksanakan pameran khazanah budaya dan jejak sejarah lahirnya Kota Tanjungpinang dan Perang Riau.

Dan kalau perlu untuk lebih menyegarkan tentang kebesaran sejarah, adalah dibuatnya replika Istana Kota Piring.

Pemugaran kawasan pemakaman Sultan Ibrahimsyah, pendiri Ulu Riau, Ibu Kota Kerajaan Riau Johor.  Selain itu juga bisa diadakan lomba baca syair dan gurindam.

‘’Lokasi kegiatan bisa dipusatkan di beberapa titik tempat bersejarah yang berkaitan dengan sejarah kelahiran Tanjungpinang. Antara lain, Kota Piring, Kampung Melayu, Kampung Bulang, Tanjung Unggat, Kampung Bugis/Senggarang, Pulau Penyengat dan Tanjung Buntung (monumen RHF),’’ terangnya.

Lebih lanjut di beberapa tempat bersejarah tersebut kegiatan bisa dilakukan secara parsial, yakni tiap melaksanakan satu kegiatan.

Kota Piring sebagai bekas pusat pemerintahan dan komando perang Riau dijadikan  tempat festival dibuka dan dimulai. Dari sini dimulai pawai budaya air. Kampung Melayu sesuai untuk festival  kesenian tradisional (festival dan lomba tari Melayu antar sekolah, lomba joget dang- kung dan sebagainya).

Kampung Bulang untuk bazar dan lomba kuliner untuk segala macam makanan tradisional Melayu antar RT/RW, Tanjungunggat untuk pesta permainan rakyat yang bersifat lomba dan berhadiah, permainan rakyat seperti gasing, layang-layang, dan panjat batang pinang.

Kampung Bugis yang erat kaitannya dengan keberadaan orang Bugis bisa dilaksanakan lomba perahu layar dan dayung sampan. Pulau Penyengat yang merupakan pusat Kerajaan Riau Lingga bisa dilaksanakan lomba baca gurindam dan syair antar sekolah.

Sedangkan Tanjung Buntung/ plaza RHF merupakan tempat yang sesuai untuk pelaksanaan pameran sejarah Kota Tanjungpinang dan Perang Riau. Selain itu juga bisa menjadi tempat penutupan FSC.

Untuk hari jadi Tanjungpinang ke-230 tahun, pada tanggal 6 Januari 2014 mendatang ia mencanangkan adanya pesta lampu colok, dengan pemancangan 230 pancang  di sepanjang tepi Sungai Carang yang di sana diberi lampu/colok yang menyala sepanjang malam.

Di lokasi tersebut juga bisa dilaksanakan pawai sampan hias khas Melayu, yang di tiap perahu  mengarak bendera 230 buah, oleh 23 perahu dengan personel 10 orang yang memainkan kesenian tradisional Melayu, seperti gendang bersahutan, rebana.

‘’Tentunya kegiatan ini tidak bisa dijalankan secara sendiri-sendiri, sehingga perlu kerja sama semua pihak. Karena ada hal-hal yang krusial, sehingga pelaksanaanya harus dibagi. Dalam waktu dua bulan ini, setidaknya ada yang bisa dilakukan untuk menandai lahirnya Festival Sei Carang pada tahun 2014 nantinya,’’ jelasnya teranya lagi.

Gagasan tersebut mendapat apresiasi dari Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmasnyah. Dalam kesempatan itu, ia mengatakan ini merupakan sebuah konsep budaya yang lekat dengan kemelayuannya.

Ia juga mengatakan kalau pada akhir tahun ini, pihaknya akan seminar tentang kebesaran sejarah dan budaya Melayu.

‘’Memang FSC ini menarik dan tentunya menjadi pointer ke depan. Karena gagasan ini akan mengembalikan konteks budaya Melayu. Karenanya gagasan ini akan menjadi momentum nasional.

Namun, di awal kegiatan harus booming karena itu akan menimbulkan kesan yang mendalam. Sehingga seminar itu nantinya bisa menjadi pengantar untuk selanjut,’’ jelas Lis.(jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook