Perumahan Batuaji Tetap Hutan Lindung

Pendidikan | Rabu, 24 Juli 2013 - 09:20 WIB

BATAM (RP) - Terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 463 Tahun 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Lindung Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 124.775 hektare, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas 86.663 hektare dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluasa 1.834 hektare di Provinsi Kepri bakal menghambat investasi dan merugikan masyarakat.

Pasalnya, SK tersebut kembali menetapkan sejumlah kawasan galangan kapal dan industri menjadi kawasan hutan lindung.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Begitu juga perumahan-perumahan di Batuaji, banyak yang tak diubah sebagai kawasan perumahan.

‘’Ini bukan masalah kecil. Banyak yang dipertaruhkan. Konsekuensinya pada hak masya-rakat, investasi di kawasan FTZ (Free Trade Zone), dan kredibilitas pemerintah,’’ kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam Irwansyah, kemarin.

Irwansyah yang mendapatkan isi sebagian SK tersebut mencontohkan kawasan yang sudah dialokasikan sebagai kawasan galangan kapal seperti di Dapur 12 ternyata di SK baru itu masih merupakan kawasan hutan lindung.

Begitu juga pulau Janda Berhias yang rencana investasinya mencapai Rp7,7 triliun.

Belum lagi kawasan perumahan di Batuaji yang sudah bertahun-tahun akan dijadikan kawasan perumahan ternyata tak kunjung berubah, tetap jadi kawasan hutan lindung.

Padahal, kata Irwansyah, pemerintah baik Pemko Batam, Badan Pengusahaan Kawasan (BP) Batam dan Pemprov Kepri sudah membentuk tim dan menghabiskan dana miliaran rupiah untuk menyelesaikan kasus tersebut agar kawasan hutan lindung yang sudah jadi kawasan perumahan dan industri disetujui Menteri Kehutanan.

‘’Mereka sudah membentuk Tim Padu Serasi Hutan, sudah berkali-kali rapat dan bertemu Tim Kementerian. Namun, hasilnya seperti itu. Masyarakat sangat dirugikan,’’ tuturnya.

Apalagi, warga yang rumahnya di atas hutan lindung, juga sudah beberapa kali dijanjikan akan diselesaikan masalahnya.

Irwansyah menyebut BP Batam sebagai pihak yang harus bertanggung jawab karena BP Batam yang sudah mengalokasikan lahan ke developer dan investor untuk menjadi perumahan dan kawasan industri.

Mereka sudah membayar iuran wajib tahunan Otorita dan sudah membangun perumahan dan industrinya sudah beroperasi. Ternyata, kawasan-kawasan itu merupakan kawasan hutan lindung.

‘’Masyarakat sudah membeli rumah, sudah lunas tapi tak keluar sertifikatnya karena lahannya di kawasan hutan lindung, itu sangat merugikan mereka. Begitu juga pengusaha yang sudah membayar WTO, biaya resmi maupun tak resmi lainnya, sangat dirugikan,’’ katanya.

BP Batam, kata Irwansyah, tak transparan dengan mencoba menutup-nutupi masalah tersebut. SK Menhut sudah terbit sejak Juni lalu, namun sampai sekarang tak ada niat BP Batam untuk membuka persoalan itu ke publik.

‘’Mereka itu sudah dapat SK menteri, sudah tahu titik-titik mana yang tak disetujui menteri, tapi tak mau terbuka. Menutup-nutupi informasi,’’ katanya.

Komisi III DPRD Batam, kata Irwansyah, akan memanggil Pemko dan BP Batam agar masalah lahan di hutan lindung itu bisa diketahui masyarakat.

‘’Nanti usai Idul Fitri mereka akan kita panggil hearing,’’ katanya.

Direktur Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Humas Badan Pengusahaan (BP) Batam Djoko Wiwoho yang dikonfirmasi RPG enggan berkomentar. ‘’Soal itu tanya gubernur Kepri saja,’’ katanya.(med/ian/rpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook