JAKARTA(RIAUPOS.CO)-- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung langkah pemerintah meniadakan Ujian Nasional (UN) tingkat SD hingga SMA tahun 2020. Hal tersebut sebelumnya dipastikan terkait dengan situasi darurat wabah virus Korona baru atau COVID-19 di Indonesia.
Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menyampaikan, UN memang sudah tak bermanfaat bagi siswa. Hal itu mendukung langkah FSGI untuk satu suara terkait dengan peniadaan UN di tanah air.
“Kami apresiasi dan mendukung keputusan pemerintah meniadakan UN untuk SD sampai SMA. Ini menjadi langkah strategis di waktu dan kondisi yang tepat dan darurat. Pilihan yang baik demi kesehatan, keselamatan para siswa dan guru, serta mencegah penyebaran COVID-19,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya kepada JawaPos.com.
Terlebih, lanjut Salim, bagi FSGI, kedudukan, tujuan, dan fungsi UN sudah tidak ada lagi, sudah tak relevan. “Apalagi di tingkat SMA atau Madrasah Aliyah (MA). UN SMA tak bermanfaat secara praktis untuk masuk ke jenjang berikutnya, PTN. Sebab masuk PTN bukan dengan nilai hasil UN, melainkan melalui Undangan (Nilai Raport) dan Tes UTBK,” tegas Salim.
Selanjutnya, FSGI menilai, kedudukan, tujuan, dan fungsi UN untuk tingkat SD-SMP juga tak terlalu relevan lagi. Sebab masuk SMP dan SMA saat ini (sudah 3 tahun jalan) melalui mekanisme PPDB Zonasi yang memiliki 3 jalur, Jarak rumah (zona), Prestasi Siswa (Akademik, non akademik) dan Perpindahan orang tua termasuk afirmasi.
“Jadi walaupun ada jalur prestasi dalam PPDB, tetapi prestasi yang dimaksud tak hanya dilihat dari Nilai UN, melainkan bisa juga dilihat dari prestasi nilai raport; nilai Ujian Sekolah; dan prestasi non-akademik lainnya seperti juara vokal, menggambar, mendongeng, debat, olahraga, seni musik dan lainnya. Artinya Nilai UN bukan lagi satu-satunya parameter prestasi siswa,” tandas Salim.
Seperti diketahui bersama, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan Ujian Nasional (UN) untuk tahun 2020 ditiadakan. Hal ini menyusul merebaknya wabah COVID-19.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga menyebut, ada risiko yang tinggi jika tetap harus menggelar UN pada 2020.
“Prinsip dasar Kemendikbud adalah keamanan dan kesehatan siswa-siswa kita dan keamanan keluarga siswa. Kalau melakukan UN di dalam tempat-tempat pengujian bisa menimbulkan risiko kesehatan bukan hanya untuk siswa-siswa, tapi juga keluarga dan kakek nenek, karena jumlah sangat besar, 8 juta yang dites UN,” kata Nadiem di Jakarta, Selasa (24/3).
Nadiem menyampaikan, pemerintah memikirkan keluarga para siswa jika harus tetap menggelar UN pada 2020. Terlebih, Nadiem memandang UN bukan merupakan syarat kelulusan yang utama.
“Karena kita sudah tahu juga bahwa sebenarnya UN itu bukan menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadinya, setelah kami timbang pro dan kontra, bahwa lebih banyak resikonya daripada benefitnya untuk melakukan UN,” ucap Nadiem.
sumber: Jawapos.com
Editor: Deslina