LINGGA (RP) - Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Anak Kepri Peduli Pembangunan dan Lingkungan (Gerak PL) meminta Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Lingga lebih intensif mengawasi aktivitas pertambangan. Mulai dari perizinannya hingga aktivitas penambangan itu di lapangan.
Permintaan itu disampaikan karena masyarakat atau Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) sulit untuk ikut mengawasi kegiatan dan aktivitas penambangan sumber daya alam Lingga.
Kesulitan itu disebabkan tidak transparannya Distamben dalam memberikan informasi terkait pertambangan kepada masyarakat. Karena itu Distamben dituntut lebih aktif dan intensif mengawasi sendiri kegiatan tersebut.
“Kami melihat aktivitas pertambangan di Kabupaten Lingga sangat banyak, seperti jamur pada musim hujan,’’ kata Ketua LSM Gerak PL Dahlan Saragih, kemarin.
Menurutnya, di Lingga sangat sulit sekali mendapatkan data tentang segala yang terkait dengan eksplorasi dan ekspolitasi sumber daya alam daerah ini. Berulang kali pihaknya melayangkan surat kepada Distamben Lingga untuk mendapatkan data tersebut. Namun hingga saat ini tidak ditanggapi.
Padahal informasi terkait tambang tidak termasuk dalam pertahanan keamananan negara dan karenanya harus dibuka untuk publik. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) UU Nomor 4/2008.
“Karena itu kami kembali meminta Distamben untuk memberikan data tentang aktivitas pertambangan di Kabupaten Lingga,” ucapnya.
Dilanjutkannya, jika hingga tiga kali Distamben Lingga tidak memberikan tanggapan terhadap surat yang diberikan LSM Gerak, maka LSM Gerak akan menyurati Komisi Keterbukaan Informasi Publik di Tanjungpinang.
Sekaligus mengambil langkah hukum melalui KIP Kepri.
“Jika tiga kali surat kami juga tidak dibalas kami kami akan menempuh hukum melalui KIP di Tanjungpinang,” ucapnya.
Desakan itu disampaikannya, karena dalam penilainya lembaga ini semua perusahaan pertambangan di Lingga tidak memiliki izin atau ilegal. Dasar penilaiannya karena hingga kini belum ada satupun perusahaan yang memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan. Kemudian, Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) Lingga juga belum selesai.
“Untuk itu kami ingin Distamben meninjau kembali semua izin tambang yang telah dikeluarkan,” sebutnya.
Dia menuturkan, sudah banyak contoh kerusakan hutan yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang di Kabupaten Lingga. Tanjungsembilang dan Pulau Baruk adalah contoh hancurnya hutan akibat tidak jelasnya reklamasi pascatambang yang dilakukan perusahaan tambang.(tir/eca)