BATAM (RIAUPOS.CO) - Penambahan 25 unit taksi milik Blue Bird yang ditentang Forum Komunikasi Taksi Pangkalan dan Pelabuhan (FKTPP) Batam cukup disesali pelaku usaha di kota ini. Salah satunya dari Ketua Asita Batam, Kadek Sutraini.
“Batam ini daerah wisata loh. Tetangga dengan negara lain yang terkenal pada pendatang dari berbagai negara yakni Singapura. Tentunya sarana pendukung pariwisata itu juga harus diperbaiki. Salah satunya ya transportasi massal seperti taksi Blue Bird yang sudah berstandar nasional baik keamanan, kenyamanan serta jaminan kepada penumpangnya,” ujar Kadek Sutraini.
Kalau sarana transportasi yang terbukti bagus seperti Blue Bird dihambat lanjut Kadek maka pertaksian di Batam sulit dibenahi.
“Yang namanya kompetitor di era sekarang ini sudah wajar. Lagian itu kan persaingan sehat pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam hal transportasi umum pertaksian. Kalau belum apa-apa sudah ditentang, padahal Blue Bird perizinannya sudah resmi dan jelas tak menyalahi aturan, mau jadi apa Batam kedepannya,” terang Kadek.
Wakil ketua bidang sarana dan prasaran investasi Kadin Batam Albert Gultom juga menyesali polemik ini karena apa yang sudah dilakukan Blue Bird menurutnya sudah sesuai aturan investasi yang jelas dan benar, bukan yang abal-abal. Ia bahkan mengaku bingung dengan sikap Kadishub Batam dan Pemko Batam.
Karena awalnya pemerintah sendiri yang mengeluarkan izin resminya, tapi karena adanya desakan massa yang menginginkan 25 armada baru Blue Bird tak beroperasi di Batam, Dishub Batam pun menyerah.
“Ini akan jadi momok bagi calon investor berpikir dua kali berinvestasi di Batam. Mereka yang memberi izin, investor sudah mengeluarkan dana yang tak kecil untuk pengurusan izin, giliran akan di implementasikan, justru Pemerintah sendiri yang menghambatnya. Kejadian seperti Blue Bird ini akan menampar dunia investasi di Batam,” ujar Gultom.(gas/rpg)