TANJUNGPINANG (RP) - Tindak lanjut penemuan pesawat tanpa awak jenis Banshee Target yang ditemukan nelayan Toapaya, di Bintan pada Senin (12/11), Pangkalan Udara (Lanud) Tanjungpinang akan mengirim peralatan sasaran tembak pertahanan tersebut ke Paskas TNI-AU Jakarta.
Danlanud Tanjungpinang Letkol (Pnb) Muhammad Jusuf Hanafie, menerangkan, barang tersebut bukan pesawat.
Memang bentuknya pesawat, namun merupakan ground target atau sasaran tembak untuk simulasi latihan militer yang diterbangkan dengan menggunakan rel atau melontarkan seperti ketapel dari daratan maupun di kapal perang angkatan laut.
Banshee Target akan dikendalikan dengan peralatan kontrol dengan penentuan arah berdasarkan GPS. Peralatan itu menjadi sasaran tembak untuk latihan peralatan senjata manual.
Di udara, Banshee Target memiliki ketahanan (endurance) terbang selama 1 jam 15 menit. Karena kekuatan terbang menggunakan energi dari baterai atau mesin satu piston penggerak baling-baling.
Setelah digunakan sebagai sasaran tembak, biasanya Banshee Target tidak digunakan lagi karena sudah hancur. Saat jatuh akan diamankan dengan sebuah parasut.
“Setelah digunakan, Banshee Target dibuang. Mungkin itu yang terjadi pada Banshee Target yang ditemukan nelayan Toapaya di perairan Berakit kemarin. Setelah tidak digunakan, dibuang dan hanyut sampai ke Perairan Bintan. Sampai saat ini kami tidak tahu dari mana asal Banshee Target buatan Inggris itu,” ujar Hanafie kepada wartawan di Mako Lanud Tanjungpinang, sore setelah penemuan Banshee Target.
Saat serah terima jabatan Komandan Satuan Radar (Satrad) 213 Tanjungpinang dari Mayor Lek Budi kepada Mayor Lek M Sholeh Effendi di Markas Satrad Batu 53, Sri Bintan, Selasa (13/11), Hanafie kembali berkomentar soal Banshee Target.
Pihaknya tidak bisa menuding Banshee Target berasal dari Singapura, Malaysia maupun Brunei. Soalnya, sampai saat ini ada sekitar 40 negara yang menggunakannya, termasuk Indonesia, meski bentuknya tidak sama dengan yang ditemukan nelayan. Dari parasut Banshee Target nomor lambung 5498, diduga pembuatannya Juni 2012 lalu.
Guna memastikan kepemilikan atau asal Banshee Target tersebut, Lanud akan mengirim dan menyerahkan ke Litbang Paskas TNI-AU Jakarta.
Tudingan ke Malaysia juga tak bisa dilakukan, meskipun dari hasil koordinasi dengan BMKG, saat ini arus air dan angin bergerak dari utara ke selatan. Semua negara tetangga memiliki alat sasaran tembak tersebut.
Beberapa hari terakhir sampai ditemukan Banshee Target, Singapura tidak memiliki jadwal latihan militer. Dalam kerja sama penerbangan, untuk latihan militer udara negara Singapura, pihak terkait harus melapor kepada TNI-AU di Kepri.
Begitu juga TNI-AU, beberapa hari terakhir tidak ada jadwal latihan militer. Diduga, Banshee target tersebut masuk ke perairan Bintan karena hanyut terbawa arus.
“Kami sudah cek ke Satuan Radar, tidak ada pesawat atau peralatan terbang negara asing maupun dari dalam negeri yang masuk ke daerah kedaulatan atau pertahanan NKRI di perairan Kepri. Kuat dugaan kita Banshee Target itu hanyut terbawa arus. Belum tahu siapa pemiliknya. Yang jelas itu bukan pesawat mata-mata atau pengintai,” jelas Hanafie.
Ditambahkan Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional I Marsekal Pertama (Marsma) TNI, Tri Budi Satrio, ground target berfungsi untuk mengeluarkan semacam bola api pada saat latihan pertahanan militer. Bola api yang dikeluarkan itu akan menjadi sasaran tembak bagi rudal yang mengejar panas.
Usai digunakan, ground target Banshee Target biasanya tidak digunakan lagi. Banshee Target yang ditemukan nelayan Bintan itu merupakan barang yang sudah tidak terpakai dan hanyut ke perairan Berakit.
“Banshee Target mungkin bisa saja digunakan untuk pengintai. Tapi Banshee Target yang ditemukan tidak dijadikan alat pengintai. Tim sudah mengecek, tidak ada peralatan kamera maupun alat lain yang digunakan untuk mengintai. Banshee Target yang ditemukan itu murni barang yang sudah digunakan untuk latihan militer. Tapi kita tidak tahu berasal dari negara mana,” sebut Tri Budi.
Rawan Ancaman Perang Cyber
Bicara soal ancaman di Kepri, Tri Budi menyebutkan potensi ancaman paling serius yang bisa saja terjadi di wilayah perbatasan seperti Kepulauan Riau adalah perang cyber karena tidak mengenal batas.
Penanganan potensi ancaman kata Tri Budi Satriyo telah menjadi wewenang Pertahanan dan Keamanan (Hamka), namun demikian TNI Angkatan Udara sebagai pelaksana tetap memantau.
Satrad 213 Tanjungpinang memiliki wewenang memantau aktivitas di udara khususnya wilayah perbatasan Kepulauan Riau, dan menurutnya sejauh ini belum ada pelanggaran yang menonjol dikarenakan sebagian besar aktivitas masih dilakukan di perairan.
Guna mengantisipasi potensi ancaman tersebut, ia meyakinkan jika markas besar TNI Angkatan Udara di Jakarta telah memikirkannya. Termasuk untuk penambahan armada.
Saat ini, selain Satrad 213 Tanjungpinang yang memiliki kemampuan Ground Control Intercept dengan daya radar sejauh 245 nautical mile, TNI Angkatan Udara telah memiliki 21 satuan radar yang menyebar di Indonesia.(rpg)