KARIMUN (RP) - Lembaga Swadaya Masyarakat Kiprah meminta aparat penegak hukum pusat turun tangan mengungkap para “pemain” minyak ilegal terutama solar subsidi yang berlangsung sejak lama di Karimun.
”Aparat hukum pusat harus turun tangan mengingat praktik penyelewengan solar bersubsidi untuk nelayan ibarat lingkaran setan yang sulit diberantas jika hanya dilakukan aparat di daerah,” kata Ketua LSM Kiprah Jhon Syahputra.
Jhon Syahputra menduga kelangkaan solar bersubsidi untuk nelayan yang terjadi berulang-ulang tidak sepenuhnya akibat sedikitnya persediaan pada agen maupun penyalur, tetapi akibat ulah mafia BBM yang menyelewengkan BBM bersubsidi itu untuk kebutuhan industri.
“Para ‘pemain’ minyak memanfaatkan solar subsidi untuk industri. Kalaupun ada yang dijual kepada nelayan, harganya melebihi harga subsidi yang ditetapkan pemerintah,” katanya.
Mafia BBM, kata dia, telah menyengsarakan nelayan tradisional. Mereka menggunakan berbagai macam modus, mulai dari praktik “kencing minyak” dari kapal-kapal tugboat hingga penyelewengan solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar (SPBB) terapung.
”Pengungkapan penyimpangan solar SPBB terapung di Kecamatan Meral oleh Polda Kepri beberapa waktu lalu salah satu bukti bahwa penyelewengan solar untuk nelayan itu sudah berlangsung lama,” katanya.
Kelangkaan solar subsidi, menurut dia, terkondisikan sedemikian rupa sehingga solar dari jalur “abu-abu” makin leluasa menguasai pasar.
“Nelayan tidak punya pilihan selain membeli solar ‘abu-abu’ agar kapalnya tetap dapat berlayar menangkap ikan,” tuturnya.
Praktik pengoplosan solar dengan minyak tanah, menurut dia, juga merupakan salah satu modus penyimpangan yang dilakukan mafia BBM dengan memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan rakyat di sepanjang pantai Kecamatan Meral hingga Tanjung Balai Karimun.
“Solar subsidi di SPBU satu-satunya di Tanjung Balai Karimun juga merembes hingga ke laut. Selain itu juga dioplos.
Sudah bukan rahasia lagi kalau jeriken-jeriken berisi solar sering keluar masuk pelabuhan-pelabuhan rakyat yang diduga untuk dioplos dengan minyak tanah baru dijual untuk industri bahkan sampai ke daerah lain di luar Karimun,” tuturnya.
Dia mengharapkan turun tangannya aparat pusat dapat memberangus otak pelaku penyimpangan BBM bersubsidi sehingga anggaran untuk menyubsidi BBM dapat dinikmati oleh masyarakat yang berhak menerimanya.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) selaku pihak yang berwenang mengawasi kami harapkan menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk melakukan pengawasan terpadu dan melekat sehingga dapat membasmi para ‘pemain’ minyak itu, tidak hanya yang kecil-kecil saja seperti yang terungkap selama ini, tetapi ‘pemain’ besarnya,” ucapnya.
Kelangkaan solar subsidi dikeluhkan kalangan nelayan, tidak hanya di Pulau Karimun Besar yang meliputi tiga kecamatan, tetapi sampai ke Kecamatan Buru dan Kundur.
Ketua Kelompok Pengawas Nelayan Kecamatan Buru Ismail dalam satu kesempatan mengatakan nelayan terpaksa membeli solar dengan harga melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp4.500 per liter.
“Kalau biasanya kami membeli solar seharga Rp170.000 per liter isi 33 liter, sekarang naik menjadi Rp210.000 per jerigen. Itupun sulit didapat karena hanya bisa dibeli dengan cara dipesan,” ucapnya.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Karimun Amirullah mengatakan praktik mafia BBM dengan modus “kencing solar” dari kapal-kapal tugboat sudah berlangsung lama.
“Nelayan tidak punya pilihan selain membeli solar hasil ‘kencing’ itu karena sulitnya mendapatkan solar dengan harga subsidi,” ucapnya.(ant/eca)