ALENIA - ELVINA SYAHRIR

Legalisir Atau Legalisasi?

Pendidikan | Minggu, 12 Agustus 2018 - 10:52 WIB

Legalisir Atau Legalisasi?
Elvina Syahrir

BAGIKAN



BACA JUGA


(RIAUPOS.CO) - Kita sering mendengar atau membaca kata “legalisir” dan bentuk berimbuhannya melegalisir dan dilegalisir. Pemakaian bentuk (me)(di)legalisir dalam bahasa Indonesia sedikit rancu bagi masyarakat. Hal ini mengindikasikan kata (me)(di)legalisir sudah menjadi bagian yang dianggap benar saat digunakan.

Kata itu seolah-olah sudah menjadi kata yang benar dan sudah lazim digunakan dalam masyarakat. Suatu kata yang  sudah sering digunakan  dianggap tidak ada yang salah dengan kata tersebut dan dirasa tidak perlu lagi diperdebatkan atau dipermasalahkan. Sesuatu yang sudah lazim di tengah  masyarakat dianggap sudah benar. Miris memang melihat salah kaprah yang dianggap benar. Jadi, sikap tidak kritis terhadap bahasa Indonesia kadang membuat orang cenderung meniru saja penggunaan bahasa orang lain tanpa mencoba memahami setiap kata yang digunakan dengan baik. Apalagi, bila yang diikuti itu adalah tokoh masyarakat, orang terkenal, atau orang berpendidikan, orang cenderung sudah yakin saja bahasanya benar.

Salah kaprah dalam berbahasa itu muncul karena, pertama, sikap tidak peduli masyarakat untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Sikap ini terwujud dalam keengganan masyarakat untuk “bersusah payah”  mencari informasi tentang sistem tata bahasa atau kaidah bahasa yang benar atau baku. Walaupun kata-kata tersebut sudah dijelaskan artinya yang tepat di dalam kamus, masyarakat jarang melakukan pengecekan. Masyarakat memang lebih suka meniru atau mengikuti saja penggunaan bahasa yang dianggap lazim karena digunakan secara luas. Sangat jarang pengguna bahasa yang melakukan pengecekan kata, baik bentuk yang benar maupun makna yang tepat di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbahasa Indonesia hanya ditujukan sekadar untuk berkomunikasi. Bahasa belum digunakan sebagai media berpikir.

Kedua, salah kaprah dapat juga terjadi akibat pengetahuan masyarakat terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar masih rendah. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan minat baca masyarakat kita, secara umum, juga masih kurang. Masyarakat sepertinya lebih suka menghabiskan waktu di depan televisi dari pada membaca buku. Alhasil, salah kaprah dalam penggunaan bahasa Indonesia semakin berkembang, bentuk dan makna kata yang tepat dan benar semakin tenggelam.

Jadi, salah kaprah dalam penggunaan bahasa Indonesia itu disebabkan oleh sikap abai dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap ilmu bahasa itu sendiri. Selain itu, salah kaprah juga dapat menimbulkan kebingungan bagi  mitra bicara atau pendengar yang sebelumnya sudah menggunakan bentuk yang benar, kemudian menjadi ragu karena bentuk yang salah kaprah tersebut justru digunakan lebih luas atau lebih lazim bagi masyarakat umum.

Kembali ke kata melegalisir dan melegalisasi. Ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui bentuk yang tepat untuk kata tersebut. Pemakai bahasa Indonesia ada yang menyebut  melegalisir ijazah, tetapi ada juga yang menyebut melegalisasi ijazah.  Perbedaan penyebutan tersebut bisa saja membingungkan masyarakat yang belum tahu atau bahkan tidak tahu.

Sebenarnya dari kedua kata itu, manakah yang tepat pemakaiannya, kata melegalisir atau melegalisasi?.

Kosakata bahasa Indonesia banyak diperkaya oleh kosakata bahasa daerah maupun bahasa asing. Kosakata bahasa asing, terutama bahasa Inggris, masuk ke dalam bahasa Indonesia bersamaan dengan masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai perubahan itu perlu ditampung dan diwadahi sebagai proses pengalihan kosakata ke dalam bahasa Indonesia, terutama istilah bahasa asing. Hal itu diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Sesungguhnya banyak kata dalam bahasa Indonesia yang mengadopsi dari bahasa asing. Salah satu cara pengadopsian bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan memadankan istilah asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan.  

Kata itu diserap dari bahasa Inggris.  Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah legalization yang berarti pengabsahan, pengesahan, dan legalisasi. Istilah legalization merupakan kata benda (nomina), sedangkan untuk kata kerjanya (verba) berbentuk legalize yang berarti mengesahkan dan melegalisasikan.

Syahdan, dalam KBBI edisi IV (2008) dijelaskan bahwa kata legalisasi adalah pengesahan (menurut undang-undang atau hukum). Di dalam buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah dijelaskan bahwa sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks yang utuh seperti kata standardisasi dan implementasi. Kata tersebut diserap secara utuh di samping kata standar dan implemen. Kata-kata bersufiks –atie dalam bahasa Belanda dan –(a)tion dalam bahasa Inggris diubah menjadi –(a)si dalam bahasa Indonesia. Contoh kata-kata bersufiks tersebut seperti actie, action diserap menjadi aksi, publicatie, publication diserap menjadi publikasi. Demikian halnya dengan kata legalization harusnya diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi legalisasi.

Bila kata dasarnya adalah legalisasi, jelas ada kesalahkaprahan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang harus sesegera mungkin dilakukan pembetulan agar tidak menjadi kesalahan yang umum sekali sehingga orang tidak merasakan sebagai kesalahan. Kata legalisasi mendapat pembubuhan awalan (prefiks) meng- untuk membentuk verba (me-; mem-; menge-; dan meny-).

Kata legalisasi digunakan dalam situasi resmi, sedangkan dalam situasi tidak resmi, kata legalisir digunakan sebagai kata yang tidak baku. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari salah kaprah dalam berbahasa Indonesia itu dapat dilakukan dengan cara kita banyak membaca. Sumber bacaan menjadi pembuka pengetahuan kita akan bahasa Indonesia.  Dengan banyak membaca, kita akan memeroleh banyak perbendaharaan kata sehingga kita dapat lebih cermat lagi dalam memilih kata ‘terbaik’. Jadi, pilihan kata yang terbaik hendaknya memenuhi syarat (1) tepat,  artinya dapat mengungkapkan gagasan secara cermat, (2) benar, artinya sesuai dengan kaidah kebahasaan, dan (3) lazim pemakaiannya. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook