Heboh, Anak SD Bergelantungan Seberangi Sungai

Pendidikan | Jumat, 11 Juni 2021 - 10:35 WIB

Heboh, Anak SD Bergelantungan Seberangi Sungai
Potongan gambar dari video viral anak SD yang bergelantungan dengan keranjang buah sawit di Desa Kuntu Turoba, Kecamatan Kampar Kiri, Kampar, Kamis (10/6/2021).

KAMPAR, (RIAUPOS.CO) - Sebuah video anak-anak berbaju sekolah dasar (SD) menyeberangi sungai bergelantungan dengan peralatan penyeberangan buah sawit membuat heboh. Dalam sekejap, grup-grup media sosial dan WhatsApp penuh dengan berbagai komentar sejak Kamis (10/6) pagi. Banyak yang menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah. Banyak juga yang menyebutkan video tersebut didramatisir, tidak sesuai dengan kondisi hari-hari atau dalam kedaan normal.

Lokasi tempat video itu direkam berada di pinggiran Desa Kuntu Turoba, Kecamatan Kampar Kiri, Kampar. Hal ini dibenarkan Kepala Desa Kuntu Turoba Asril dan juga anggota DPRD Kampar asal Kuntu, Habiburahman.


"Masih wilayah Kuntu Turoba, tapi jauh di wilayah pinggir, sekitar 5 km dari pusat desa. Itu berada di kawasan perkebunan sawit, mereka anak-anak pekerja kebun," sebut Asril.

Menurut Asril, kamp tempat pekerja perkebunan tinggal tidak jauh dari lokasi penyeberangan tersebut. Jumlah anak-anak sekolah yang melewati penyeberangan itu juga tidak banyak.

"Kamp itu berada di tepi sungai, sementara keranjang itu digunakan untuk mengangkut buah sawit ke seberang sungai. Data yang saya tahu saat ini, ada sekitar 20 orang yang tinggal di kamp. Sementara anak-anak yang sekolah ada sekitar tujuh anak, dua di antaranya pelajar SMP," sebut Asril.

Ketika ditanya apakah semua pekerja perkebunan memiliki KTP dan KK beralamat di Desa Kuntu Turoba? Asril belum yakin seluruhnya memiliki KTP dan KK beralamat di desanya. Karena viralnya video tersebut, dirinya berencana segera mengunjungi kamp tersebut.

Asril menyayangkan narasi-narasi yang dibuat dari keterangan video-video yang telanjur ramai tersebut. Karena kondisi sebenarnya tidak sesuai dengan video tersebut. Karena akses jalan dan jembatan ada untuk dilewati menuju sekolah.

"Itu sebenarnya alat penyeberangan buah sawit. Itu bukan akses satu-satunya, tapi ada akses jalan dan jembatan bagi anak-anak yang tinggal di perkebunan sawit untuk pergi sekolah. Air sungai juga dangkal, hari-hari bisa dilewati jalan kaki maupun sepeda motor," sebut Asril.

Kondisi tersebut juga dibenarkan Habiburrahman. Dia menyayangkan narasi yang beredar. Apalagi alat penyeberangan buah tersebut ada di lahan milik perkebunan.

"Video itu tak sama persis dengan keadaan yang sebenarnya. Sebab kondisi sebenarnya ada jalan yang bisa ditempuh oleh anak-anak ini untuk bersekolah. Tetapi memang mereka mesti berputar. Tempat mereka menyeberang itu bukan jalan umum. Itu tempat melansir buah sawit yang berada di pinggiran Desa Kuntu," sebut Habib.

Asril dan juga Habib sama-sama menyebutkan, sungai tempat anak-anak itu menyeberang sambil bergelayutan di keranjang buah sawit adalah Sungai Geringging. Sungai ini merupakan sungai kecil dan tidak dalam. Bahkan saat kemarau seperti saat ini, sepeda motor dan pejalan kaki bisa melewati sungai tersebut di banyak titik. Asril bahkan menyebutkan, di lokasi anak-anak itu menyebrang terlihat batu-batu di dasar sungai.

"Sungai itu bukan sungai besar. Itu bisa dilewat. Kalau air dalam mereka tidak lewat sana, biasanya orang tua mereka yang antar ke sekolah. Lihatlah di video itu, nampak ada batu-batu di dasar sungai, sepeda motorpun dapat lewat sungai itu," sebutnya.

Sementara Habib menyebutkan, bila harus dibangun jembatan di sana, yang berkewajiban tentu perusahaan atau pengusaha pemilik kebun. Apalagi yang melewati hari-hari adalah anak-anak para pekerja perkebunan tersebut.

"Mudah-mudahan dengan adanya video ini bisa terbuka mata kita, hingga perkebunan ini bisa terang benderang soal perizinan dan kontribusinya. Kalau mau bangun jembatan mudah saja, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tinggal minta saja pengusaha tersebut membangunkan jembatan," terang Habib.

Senada dengan Habib, Asril juga lebih setuju jika perusahaan membangun jembatan. Dengan alasan, yang melewatinya adalah anak-anak para pekerja perkebunan.

"Tergantung perusahaan dan pekerjanya juga. Kalau perusahaan peduli, dia bangunkan jalan agar anak-anak pekerjanya bisa mudah pergi sekolah, tidak memutar. Sebaliknya, kalau tidak mau, ya itu pilihan pekerja. Kalau susah anak mau sekolah ya tinggallah di perkampungan. Tidak di dalam kebun," terangnya.(end)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook