JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemenbuddikdasmen) menyadari bahwa pungutan atau sumbangan biaya pendidikan di daerah tidak wajar. Aturan tentang pungutan dan sumbagan biaya pendidikan di dalam Permendikbud 44/2012 ternyata tidak mempan di lapangan.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemenbuddikdasmen Hamid Muhammad mengatakan di lapangan ternyata urusan pungutan dan sumbangan dilepas begitu saja ke sekolah-sekolah. ”Kalau sudah dilepas begitu, maka sekolah seenaknya sendiri menetapkan pungutan dan sumbangan biaya pendidikan,’’ jelas Hamid.
Pejabat asal Pulau Madura itu menjelaskan isi di dalam Permendikbud 44/2012 yang dibuat di era Mendikbud Muhammad Nuh itu sejatinya sudah bagus. Dia mengatakan muatan di dalam Permendikbud itu sudah memuat norma-norma bagaimana memungut biaya pendidikan serta sumbangan dari orangtua siswa.
”Ternyata norma saja belum cukup. Harus ada langkah-langkah teknis juga,’’ jelas dia. Langkah teknis yang dia maksud adalah, di dalam Permendikbud yang baru nanti akan membuat dengan tegas kepala daerah harus membuat peraturan daerah turuannya. Sebab sekolah-sekolah di daerah lebih patuh terharap instruksi kepala daerah daripada kementerian.
Hamid mengatakan ke depan tidak boleh lagi ada ranah abu-abu antara apa yang disebut pungutan dengan sumbangan. ’’Pungutan ya pungutan. Sumbangan ya sumbangan. Pengertiannya sudah beda,’’ jelasnya. Saat ini dalam praktenya banyak sekolah dengan kewenangan sendiri bersama komite sekolah menetapkan sumbangan untuk wali murid. Meskipun namanya sumbangan, tetapi nominalnya sudah ditetapkan oleh sekolah.
Menurut Hamid yang namanya sumbangan tidak boleh ada batasannya. Kemudian penggunaannya dana sumbangan itu harus jelas dan sebaiknya dipampang secara berkala laporan keuangannya di pelataran sekolah. Supaya orangtua siswa dan masyarakat umum bisa mengetahuinya.
Begitupula untuk pungutan biaya pendidikan juga harus diatur lebih detail oleh peraturan daerah. Supaya pungutan itu benar-benar ditarik sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengamatan Hamid, kepala daerah sengaja tidak membuat peraturan turunan pungutan dan sumbangan biaya pendidikan. ’’Ada tujuan politisnya,’’ kata dia.(wan/jpg)