TANJUNGPINANG (RIAUPOS.CO) - Berdasarkan Surat Edaran Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 29/07/Ka.BPH/2014 yang dikeluarkan pada bulan Februari ini, dinyatakan bahwa kapal nelayan berukuran diatas 30 GT dilarang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Dengan penerbitan surat edaran itu, anggota Tim Ekonomi Gubernur Kepri, Hengky Suryawan tidak terima dan mengecam putusan itu.
“Ini sama saja dengan mencekik nelayan,” katanya dengan intonasi tinggi, ketika dijumpai Batam Pos (Riau Pos Group) di kantornya, Sabtu (8/2) lalu. “Gawat ini,” kata Hengky sambil geleng-geleng.
Kecaman Hengky ini beralasan. “Orang-orang ini apa tidak tahu, lebih dari 96 persen wilayah Kepri ini kan perairan,” terangnya.
Menurutnya, pelarangan ini bersifat bola salju, yang akan merembet ke semua sektor ekonomi yang ada di Tanjungpinang. “Sekarang saja pakai minyak subsidi masih rugi, apa lagi ada peraturan macam ini,” ujar Hengky.
Pada surat edaran itu, dinyatakan, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng memerintahkan kepada seluruh perusahaan penyalur BBM agar tidak melayani permintaan penyaluran jenis BBM tertentu kepada konsumen pengguna usaha perikanan dengan ukuran kapal di atas 30 GT.
Ini berarti, setiap kapal berukuran di atas 30 GT, diwajibkan memakai solar non subsidi seharga Rp 11.500 atau naik lebih dari 100 persen. Padahal nelayan yang ada di Tanjungpinang banyak mengunakan kapal ikan di atas 30 GT.
Berdasarkan data yang ada di mejanya, ada 72 kapal nelayan dengan ukuran di atas 30 GT. “Rata-rata 31 sampai 40 GT. Kalau peraturan ini diterapkan akan sangat memberatkan,” tekannya.
Nelayan, kata dia, sengaja memilih kapal berukuran di atas 30 GT. “Kalau pakai di bawah 30 GT, ya cuma sampai 5 mil. Sudah nggak ada lagi ikan di jarak tempuh segitu,” ujar Hengky.
Hengky menyebutkan, saat ini para nelayan rela menempuh jarak hingga 50 mil hingga 100 mil untuk mencari ikan. Sehingga, mustahil menempuh jarak sebegitu jauh hanya dengan menggunakan kapal ikan di bawah 30 GT.
Menurut Kepala Kadin Bintan ini, penerapan peraturan ini sama saja dengan membiarkan kapal-kapal asing mencuri ikan di perairan Kepri. “Mereka punya alat dan kapal yang lebih canggih,” sebut Hengky.
Ketika peraturan ini diterapkan per Februari 2014, Hengky memprediksi akan banyak usaha perikanan yang gulung tikar. “Cold storage bisa tutup,” sebutnya.
Selain itu, dengan dalih kesulitan mendapatkan bahan bakar, para nelayan akan beralih profesi dan menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. “Maka jangan heran bila nanti masyarakat Kepri makan ikan impor dari Singapura,” kata Hengky.
Oleh karena itu, Hengky mengharapkan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati segera mengambil sikap terkait kebijakan BPH Migas Pusat ini. Bila tidak segera ditanggapi, kata Hengky, Indonesia akan jadi negara ironis, sebagai negara maritim yang justru membeli ikan dari pihak asing. “Lupakan saja mimpi jadi negara eksportir ikan,” kata Hengky.
Sebagai pengusaha sekaligus tim ekonomi Pemprov Kepri, Hengky akan menghubungi Gubernur HM Sani untuk mendiskusikan surat kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk nelayan ini. (f/rpg)