BATAM (RP) - Kejaksaan Negeri Batam memperkirakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KPU Batam mencapai Rp1,2 miliar. Namun angka tersebut dipastikan akan terus bertambah.
Jaksa penyidik kasus ini, Filpan F Dermawan, mengatakan angka ini berdasarkan hasil sementara dari penyidikan kasus tersebut.
Selanjutnya, Kejari Batam akan berkoordinasi dengan badan pemeriksa keuangan (BPK) Pusat untuk menghitung kerugian negara dari kasus ini.
‘’Supaya hasilnya lebih independen,’’ ujar Filpan.
Dijelaskannya, Kejari Batam terpaksa meminta audit ke BPK Pusat karena BPK Perwakilan Kepri di Batam belum bersedia melakukan audit dengan alasan sibuk. Kejari sendiri sudah melayangkan permohonan audit ke BPK Pusat, akhir Desember 2011 lalu.
Filpan mengaku menyayangkan sikap BPK Batam itu. Sebab, kata dia, ini bukan yang pertama kalinya BPK Batam menolak permintaan audit dari Kejari Batam.
‘’Dulu waktu kasus Bansos juga begitu (menolak audit)," kata Filpan.
Pihak penyidik sendiri saat ini tengah menyelidiki dugaan SPPD fiktif anggota KPU Batam. Jaksa memeriksa daftar manifest penerbangan dari Bandara Hang Nadim, Batam.
Jaksa menduga, selama ini banyak SPPD fiktif yang dibuat KPU Batam. Modusnya, para anggota KPU merencanakan perjalanan dinas dengan naik pesawat. Tetapi mereka tidak benar-benar melakukan perjalanan dinas, namun uang SPPD tetap dicairkan.
‘’Modus ini umum dipakai dan pernah terjadi di Jakarta," kata Filpan.
Menurut Filpan, pembuatan SPPD memang sangat rawan pemalsuan. Sebab sesuai Peraturan Wali Kota (Perwako) Batam standar pelaporan SPPD sangat mudah. Yakni cukup melampirkan bukti tiket pesawat dan boarding pass yang juga rawan dimanipulasi.(par/eca)